Jumat, 04 September 2009

Suka Duka Karyadi Menulis Buku Biografi Uskup Surabaya


Istrinya menganggap Proyek Kentir dan Sinting


Oleh Heti Palestina Yunani

Wartawan Radar Surabaya, dimuat Rabu 25 Juli 2007.


Sejak mendengar nama calon uskup Surabaya, niat Kanisius Karyadi menulis buku biografi Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono tercetus begitu saja. Namun, tak mudah buat Karyadi menulisnya. Ia menganggap buku itu juga menjadi ujian kesabarannya. Leganya, tepat di hari penahbisan, buku itu luncur.

Kalau saja bukan dari niatan sendiri, buku berjudul Sang Maestro dari Perak tak bakal dirampungkan Kanisius Karyadi tepat waktu. Selama menulisnya dua bulan, Karyadi mengandalkan keinginan kuatnya mengenal Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono lebih dekat.

Mulai ide, tenaga, pikiran hingga biaya ditanggung Karyadi sendiri, termasuk puasa tiga hari agar ia kuat menggarapnya. ”Istri saya saja sering bilang ini proyek kentir dan sinting,” kata pria kelahiran Surabaya, 24 Agustus 1975 ini.

Sebagai umat Katolik yang menunggu datangnya sang uskup selama tiga tahun, Karyadi memang amat penasaran tentang orang istimewa yang menduduki tahta agung itu. Saat berlangsung Misa Pemberkatan Minyak Krisma di Gereja Katedral Surabaya, 3 April 2007, Karyadi hadir.

Ia mencatat momen penting pengumuman calon uskup Surabaya itu dengan detil. ”Saya tahu betul kapan jam Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono disebutkan sebagai calon uskup. Jam di HP saya menunjukkan pukul 18.16,” kata Karyadi, yang sempat jatuh sakit di tengah penulisan.

Sejak itu, Karyadi punya niatan untuk menulisnya. Meski tak tahu apa-apa soal Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono, ia percaya diri saja. Perburuan bahan dari berbagai sumber ia mulai dari dari Keuskupan Surabaya untuk mencari tahu keluarga Mgr Tikno-panggilan Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono. Terjalinlah komunikasi dengan adik Mgr Tikno, Mia Aryono. Dari sumber awal ini, merembetlah informan mulai ibunda Mgr Tikno, Ursula Madijanti, hingga kakak Mgr Tikno, Reniwati.

Tak hanya keluarga, perburuan bahan tentang siapa Mgr Tikno dan kiprahnya bergulir dari sejumlah orang yang mengenal romo dan berbagai tempat di beberapa kota. Karyadi harus menemui mantan guru SDK St. Mikael Surabaya, Rosa Maria Wigati, di Kediri.”Bu Rosa ingat ketika Mgr Tikno menangis minta tolong karena baju seragam sekolahnya disilet teman. Ini temuan mengagumkan,” kata mantan ketua presidium DPC PMKRI Surabaya Sanctus Lucas ini.

Juga dari guru bahasa Inggris SMP AC Sugianto. Keluarga besar Seminari Menengah Garum di Blitar, didatanginya. Beberapa orang di Mojokerto, Malang, Sidoarjo, dan Surabaya yang didapatnya dari getok tular. Termasuk menelusurinya dari SDK St. Mikael Surabaya, keluarga besar Gereja Katolik Santo Mikael sampai Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII Malang dan sejumlah tempat dan nama yang tidak bisa disebutkan. ”Saya ngotot ketemu banyak orang karena banyak hal yang terkuak tentang Mgr, saya mau tulisan saya lengkap,” kata penulis buku Katolik Merah Putih ini.

Kelengkapan data itu sempat membuat Mgr Tikno terkagum dengan upaya bapak satu anak ini menulis biografinya. Saat bertemu kali pertama di Keuskupan Surabaya, Mgr yang semula menolak ditulis, akhirnya bersedia.

Dengan data-data yang sudah didapat itu, Karyadi menjadikan kata kunci untuk meyakinkan Mgr Tikno tentang niat baik itu. ”Saya pancing Mgr dengan memanggil nama aslinya, Oei Tik Hauw. Beliau terperanjat betul karena tak semua orang tahu. Apalagi, nama asli Tionghoa ayah, ibu dan saudara-saudaranya saya sebut. Termasuk kebiasaan misuh Mgr di masa muda,” kata suami Cecilia Dessy Vita, yang mencatat tertulisnya karya ini sebagai keimanannya kepada Tuhan.

Kegaguman Mgr Tikno makin bertambah ketika beberapa foto dari benda pribadinya dipotret. Misalnya cangkir aluminium yang dipakai di Seminari Garum, Blitar pada tahun 1970 - 1974, gambar tangan saat duduk kelas 2 SMP di Angelus Custos Surabaya berjudul In The Afternoon. Yang paling membuat terhenyak Mgr Tikno adalah foto meja kayu yang masih dipakai di seminari.

Dengan terkejut, Mgr Tikno pun luluh. Ia balik memuji Karyadi yang dianggapnya terlalu banyak tahu tentang pribadinya ketimbang orang lain.

Sekilas Gentong Makmur Credit Union (CU)

Credit Union (CU) ini diberi nama Gentong Makmur, arti filosofisnya : Gentong adalah tempat penyimpanan sesuatu yang berharga dan memberikan kemakmuran kepada anggota yang mengelola lembaga ini. CU ini didirikan di Surabaya, 30 April 2009 oleh kalangan muda seperti Kanisius Karyadi, A. Heru Siswoyo, Dewa Made RS, Silvester Woru dan Agustinus Sepanca Naryanto.
Credit Union berasal dari kata credere yang artinya kepercayaan, dan union yang berarti kumpulan. Bisa diartikan Credit Union adalah sekumpulan orang yang saling percaya dan bersepakat untuk mengumpulkan modal bersama, kemudian dipinjamkan kepada sesama anggota untuk tujuan produktif dan kesejahteraan bersama, yang dikelola secara profesional sebagai lembaga milik bersama.

Credit Union memiliki ciri-ciri
Koperasi
· Anggota adalah pemegang saham.
· Ada pendidikan dan pelatihan anggota, pengurus, pengawas dan pengelola.
· Tempat meminjam dan menyimpan modal.

Bank
· Produk Simpanan.
· Produk Pinjaman.
· Sistem Pengelolaan yang profesional.

Asuransi-Produk perlindungan bagi anggota dalam bentuk:
· Perlindungan pinjaman.
· Perlindungan simpanan dalam bentuk santunan duka
· Solidaritas duka cita.

Tujuan CU
Membangun kesadaran kritis dan cerdas.
Membangun kesadaran hidup hemat, terencana dan bervisi ke depan.
Meningkatkan kecakapan pengelolaan keuangan.
Meningkatkan kemampuan untuk mengelola usaha dan mengembangkannya.
Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarga.
Menyiapkan masa depan yang berkualitas dan sejahtera.
Memberikan pelayanan simpan dan pinjam yang cepat, simpatik dan profesional
Kesadaran menabung secara teratur, meminjam dengan bijak dan tertib mengangsur.
Membangun kesadaran dan solidaritas.

Manfaat sebagai anggota CU
· Memiliki saham berarti mempunyai kepemilikan atas CU dan mendapat sisa hasil usaha berupa deviden dan balas jasa saham.
· Mendapatkan fasilitas simpanan investasi
· Pinjaman dan jasa pinjaman ringan
· Memperoleh santunan duka apabila anggota meninggal.
· Mendapatkan proteksi / asuransi bebas premi terhadap simpanan saham dan pinjaman terhadap anggota CU yang terkena musibah (meninggal atau cacat tetap). Ahli waris akan mendapatkan klaim berupa penghapusan pinjaman dan santunan duka sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Cara menjadi Anggota Gentong Makmur Credit Union
Mengisi formulir pendaftaran dilampiri identitas diri yang berlaku, seperti KTP, SIM, dlll.
Membayar simpanan pokok Rp 50.000,- (sekali saja)
Membayar simpanan wajib Rp 10.000,- per bulan
Menabung simpanan sukarela (bebas).

Anda berminat bergabung menjadi anggota Gentong Makmur CU, kontak kami :
Kanisius Karyadi, Ketua : 031-71628697
Silvester Woru, Sekretaris : 081-332435677
Agustinus Heru Siswoyo, Bendahara : 081-332696518
Alamat sementara : Perum Candramas AD 20 Sedati Sidoarjo.

Kamis, 03 September 2009

Perlunya Memproduktifkan THR



Oleh KANISIUS KARYADI



Dua minggu sebelum Lebaran, pada umumnya para buruh mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Bagi buruh hal itu sungguh menyenangkan dan membahagiakan sebab THR bisa menambah kas penerimaan pribadi. Namun, penulis merumuskan sebagian besar penerimaan THR oleh buruh sekadar menambah penerimaan sementara. Sebab, dalam hitungan beberapa minggu atau bulan dana cair itu cepat menguap.

Menurut pengalaman dan pengamatan lapangan, ada beberapa hal yang menyebabkannya. Satu di antaranya adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari dan godaan untuk konsumtif. Sering kita jumpai, jumlah upah yang diterima buruh dalam sebulan, boleh dikata sekadar cukup untuk hidup sederhana. Tidak jarang buruh perlu mengutang untuk memenuhi kebutuhan lain. Misal menyekolahkan anak, memperbaiki/mengontrak rumah dan seterusnya.

Ada pengalaman menarik seperti diungkapkan Mohammad Faqih (55) dan Syafiudin (32), masing-masing adalah buruh di dua perusahaan swasta di Surabaya. Mereka mengungkapkan bahwa THR ibaratnya air yang numpang lewat saja, sebab uang itu mesti dibagi-bagi untuk pos anggaran membayar utang dan memenuhi kebutuhan sendiri seperti biaya makan minum, listrik dan lain-lain.

Dorongan konsumtif itu dipicu oleh kepungan dan bayangan ratusan iklan. Baik yang melalui radio, TV atau media lain yang menggoda untuk belanja sekadar memenuhi keinginan. Iklan begitu hebat menguasai alam sadar dan bawah sadar. Secara perlahan namun pasti dibawa ke wilayah konsumsi. Sebenarnya mengkonsumsi barang/jasa yang diiklankan tidak salah. Namun, kita sering terjebak mengkonsumsi berdasarkan keinginan semata. Tanpa menghitung barang/jasa itu benar-benar menjadi kebutuhan primer. Celakanya, barang atau jasa yang dikonsumsi nilai harganya relatif tinggi. Hal itu menyebabkan kita menganggarkan sebagian dana untuk barang/jasa yang sebenarnya bukan yang utama.

Dengan memenuhi keinginan itu, dipastikan menyedot kas penerimaan. Dilihat dari nilai produktivitas dari barang itu sebenarnya relatif kecil karena hanya memberikan rasa bangga atau rasa senang yang sifatnya sementara. Hal lain yang cepat menguras THR adalah kebutuhan mudik. Lebaran merupakan peristiwa rohani yang suci. Pada umumnya disertai tradisi mudik ke daerah tertentu yang dinilai bermakna historis, bermuatan suasana silaturahmi dan kekeluargaan.

Untuk mudik diperlukan sejumlah dana/uang yang tidak sedikit. Kita sering menjumpai, THR dijadikan sumber dana untuk kepentingan itu. Di samping penerimaan lain, misal ada buruh yang bisa menabung lalu digunakan menambah pos anggaran mudik. Dana itu untuk pos transportasi, pos oleh-oleh, hingga pos uang saku kepada sanak saudara.

Tanpa dikomando, sepertinya ada kesepakatan tidak tertulis hampir semua lini menaikkan barang dan jasa itu. Misal biaya angkutan bisa naik 30 persen atau lebih dari harga normal. Harga barang kebutuhan sehari-hari (sembako) juga mengalami kenaikan yang cukup membingungkan. Ada satu pemikiran konstruktif yang sekiranya bisa mengatur THR sehingga bisa bermanfaat bagi buruh di masa depan. Yaitu perlunya dibangun budaya mengurangi watak konsumtif itu sendiri, dengan sedikit mengerem keinginan dan menekan kebutuhan hari raya. Caranya dengan perubahan paradigma dalam memandang THR.

Selama ini THR dipandang sebagai tunjangan hari raya semata, yaitu sejumlah uang yang dikonotasikan sekadar untuk menyambut hari raya. Dana itu biasanya habis ludes, tanpa sisa setelah hari raya. Perlu ada perubahan memandangnya, THR dari tunjangan hari raya menjadi tunjangan masa depan.

Artinya, dana yang diterima setahun sekali senilai satu kali upah sebulan. Digunakan sebagai dana abadi demi kesejahteraan masa depan buruh. Dengan cara mengambil sedikit untuk kebutuhan mudik dan hari raya. Sisanya dicelengi secara permanen, entah dengan model deposito atau dana pensiun. Ide ini mungkin dianggap gila dan nyeleneh di mata buruh. Namun, jika para buruh konsisten dengan cara itu, minimal masa depan buruh cenderung terjaga. Mengingat di samping dana abadi yang dengan kesadaran finansial ditanam secara pribadi dari hasil THR.

Misal seorang buruh berusia 30 tahun. Setiap tahun mendapatkan THR senilai kurang lebih Rp 900.000. Setiap tahun disisihkan 50 persen untuk dana abadi. Hingga pensiun nanti ketika berumur 55 tahun, dana abadinya berjumlah Rp 450.000 dikalikan 25 sama dengan Rp 11.250.000 belum ditambah pengembangannya. Walaupun nilai uang itu 11 juta, namun perlu dihargai. Daripada THR muspro (lenyap) hanya sekali pakai saat hari raya, lebih baik dikumpulkan sebagai dana abadi buruh di masa tuanya. Dengan dana itu ketika pensiun, buruh relatif siap dengan hari tuanya. Ini merupakan cara kecil dan konkret mengurangi kemiskinan buruh.


KANISIUS KARYADI
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik

Sumber : Harian Kompas Jawa Timur, 3 September 2009.

Jumat, 28 Agustus 2009

Masa Depan Transportasi Massal


Oleh KANISIUS KARYADI

Bulan Juni 2008 penulis berkunjung ke Jakarta selama seminggu. Satu hal yang menarik adalah lalu lintas Kota Jakarta yang superpadat dan macet. Kalau dipikir dan direnungkan, suasana lalu lintas Kota Surabaya masih relatif jauh lebih baik ketimbang Jakarta. Namun, itu bukan berarti Surabaya bebas macet dan padat.

Seorang pengusaha Korea, Back Moo Seong, berharap bisa menghabiskan masa tua di Surabaya. Pasalnya, Surabaya relatif nyaman dan asri ketimbang Jakarta. Meskipun demikian, ada beberapa kegelisahan soal itu.

Pertama, seiring dengan perkembangan zaman dan waktu, bisa saja momentum tertentu, lalu lintas di Kota Surabaya menyerupai Kota Jakarta, bahkan bisa mengunggulinya dalam soal kepadatan, kemacetan dan polusi. Ini mengingat produksi kendaraan bermotor, baik roda dua, empat atau lebih, terus berlangsung. Sementara di sisi lain, minimalnya jumlah kendaraan yang pensiun karena belum ada aturan main yang mengikat soal batas umur pemakaian kendaraan bermotor.

Kedua, seiring dengan perkembangan dunia usaha, terutama yang terus memproduksi sepeda motor, belum pernah ada aturan yang mengikat jumlah jumlah maksimal kendaraan yang bisa masuk sebuah daerah / kota.

Ketiga, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang sempat membakar emosi warga kala itu, ternyata tidak terlalu mempengaruhi jumlah pemakai kendaraan pribadi di jalanan. Sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM, kondisi lalu lintas Surabaya tidak berubah.

Keempat, masyarakat kota ini terlalu cepat berubah paradigma ke kendaraan bermotor tanpa menghitung teknologi masa lampau yang sejatinya bisa mengurangi dampak polusi atau kemacetan.

Kelima, budaya bertranportasi massal belum menjadi gaya hidup warga kota. Kita masih melihat warga cenderung memilih kendaraan pribadi. Seperti yang dituturkan Heru Siswoyo (35) dan Dewa Made (35), warga Surabaya cenderung memakai kendaraan sendiri ketika berlalu lintas di Surabaya. Alasannya, kendaraan pribadi praktis, cepat, prestisius, tepat guna, dan bisa ke tempat tujuan serta fasilitas transportasi massal kurang aman dan nyaman.

Kesehatan Kota

Dari sejumlah kegelisahan tersebut, sebenarnya tinggal menunggu waktu saja Surabaya akan dijakartakan. Maksudnya, nasib lalu lintas di Surabaya akan mirip, bahkan melampaui, kemacetan dan kepadatan lalu lintas di Kota Jakarta. Dengan kondisi seperti itu, tingkat polusi udara dipastikan juga semakin meningkat karena meningkatnya pembakaran bahan bakar yang berlebihan. Sejatinya, itu kurang menguntungkan bagi kesehatan kota secara makro sekaligus ini bisa meningkatkan kerawanan lingkungan hidup yang semakin kacau dan rusak.

Wacana pembangunan tol tengah kota, menurut hemat penulis, merupakan antisipasi yang bersifat sementara dan belum menghitung laju produksi kendaraan yang sulit dibendung. Tol tengah kota bisa relatif langgeng apabila ada kebijakan pembatasan atau penghentian produksi kendaraan. Namun, itu sulit.

Sebenarnya ada alternatif lain, misalnya pembatasan umur kendaraan dan pembatasan kendaraan masuk kota. Meskipun demikian, kedua hal itu dipastikan menimbulkan kontroversi luar biasa sebab pemain kepentingan dalam pusaran itu terlalu banyak, baik dari pihak individu, swasta maupun pemerintahan.

Perlu diupayakan budaya tanding yang melihat aspek baik dari sepeda onthel dan jalan kaki. Semuanya bergantung pada kemauan pemerintah, warga, dan dunia usaha agar bijaksana dalam menciptakan suasana kota yang teratur tanpa kemacetan.

Sebenarnya Surabaya sudah bisa mengantisipasinya dengan pembangunan budaya dan sistem transportasi massal yang aman dan nyaman. Pembangunan ini bukan berarti membuat sesuatu yang baru, bisa saja memperbaiki yang sudah ada sehingga layak dan baik digunakan. Selain itu, perlu ada sosialiasi budaya transportasi massal.

Paradigma transportasi massal perlu diperbaiki sejalan dengan perbaikan kualitas di dalamnya. Niscaya, dalam hitungan tahun ke depan, ramalan Surabaya ”dijakartakan” tidak terbukti apabila ada suatu usaha untuk mengantisipasi tren itu.Transportasi massal mengirit cadangan sumber daya minyak kita ketimbang kita mengendarai sendiri-sendiri.

Budaya bertransportasi massal itu diteladani dan diawali Pemerintah Kota Surabaya. Dari level wali kota hingga level terbawah diatur supaya menggunakan transportasi massal yang merupakan fasilitas publik dalam aktivitas bekerja setiap harinya.

Ini mungkin dianggap ide ngawur dan ide sedikit gila. Bagaimanapun, warga kota butuh keteladanan dari sistem dan pemimpin pemerintahan. Jika itu berhasil dilakukan, niscaya masa depan transportasi Surabaya bisa rapi tanpa kemacetan berarti. Kemudian secara bertahap, para pimpinan perusahaan dan lainnya mengikutinya.

Cara ini diharapkan mengurangi jumlah kendaraan yang melaju di Surabaya sekaligus mengurangi dampak lingkungan dan mengurangi pemborosan bahan bakar minyak secara global. Ini sekaligus untuk membangun image bahwa transportasi massal bukanlah transportasi kaum miskin, berkantong tipis, dan lain sebagainya. Tranportasi massal adalah universal, milik semua golongan, entah suku Tionghoa, Jawa, Madura dan lain sebagainya.

KANISIUS KARYADI, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik.


Sumber : Kompas Jatim 20 Agustus 2008

Rabu, 26 Agustus 2009

Sulitnya Melahirkan Entrepreneur Jatim

oleh : KANISIUS KARYADI



Sebanyak 4.516.100 dari 9.427.600 orang yang masuk kategori pengangguran terbuka Februari 2008 adalah lulusan SMA, SMK, program diploma, dan universitas. Rendahnya daya adaptasi lulusan sekolah formal memenuhi tuntutan pasar kerja kian menjadi persoalan mengatasi pengangguran (Kompas, 22/8/2008).
Persoalan pengangguran dalam putaran ekonomi makro, menurut Ciputra bangsa ini sulit maju karena minimnya semangat entrepreneurshipnya, atau boleh dikatakan sedikitnya jumlah entrepreneur (wirausahawan) dibanding jumlah penduduk secara makro. Sebagai bahan perbandingan, Singapura jumlah entrepreuner sekitar 7,2 persen, Amerika Serikat 2,14, sedangkan Indonesia berpenduduk 220 juta hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri atau sekitar 0,18 persen entrepreuner dari jumlah penduduknya.
Untuk mengatasi itu, Ciputra tidak hanya berkeluh kesah soal minimnya semangat entreprunership. Dia juga memberi contoh sekaligus solusi dengan mendirikan 12 sekolah dan tiga perguruan tinggi, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya, serta sejumlah sekolah lainnya di beberapa kota. Di sekolah-sekolah ini diajarkan tentang entrepreneurship sejak siswa belajar pada tingkat awal, bahkan sejak di taman kanak-kanak (Kompas, 22/8/2008).
Dalam literatur teori ekonomi modern, pengusaha di bagi dalam dua, yaitu wiraswasta dan wirausaha. Wiraswasta berusaha sendiri, tetapi tidak memilliki visi pengembangan usaha, kreatifitas dan inovasi. Sementara wirausaha adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi dengan fungsinya sebagai pelaku inovasi atau pencipta kreasi-kreasi baru.
Sebagai contoh pengusaha bengkel motor, di mana usahanya tidak berkembang dari tahun ke tahun, maka disebut wiraswasta. Tetapi jika ia mampu mengembangkan bengkelnya menjadi lebih besar dan modern, serta jaringan bertambah banyak. Maka ia disebut seorang wirausaha/entrepreneur. Jadi kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) atau mengadakan suatu perubahan atas yang lama dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat (Harmaizar, 2008).
Oleh beberapa kalangan, membangun kewirausahaan itu tidak segampang dan secepat membalikkan tangan. Memang ada yang dengan cepat menghasilkan entrepreneur besar, seperti model pembinaan ala Purdi Chandra. Di mana ada salah seorang kader hebatnya seperti Hendi Setiono, pengusaha muda asal Surabaya yang mengembangkan Kebab Turki Baba Rafi. Tapi tidak semua seberuntung sepertinya.
Seperti apakah susahnya melahirkan enterpreneur di Jatim dalam konteks lapangan? Agustinus Suharyanto (30) pengusaha muda Surabaya memaparkan bagaimana susahnya mengelola bisnis di zaman sekarang. Menurut pengalamannya, pertama, mengembangkan bisnis harus berhadapan dengan sistem pembayaran bisnis rata-rata mundur dari satu hingga tiga bulan. Pembayaran jarang ada yang kontan.
Kedua, banyak tagihan macet di konsumen yang menyebabkan perputaran kas macet. Lebih parah lagi, era kini kasus penipuan uang kian marak dialaminya. Omongnya utang pada kenyataannya banyak yang ngemplang. Ketiga, dikejar pembayaran biaya overhead dan gaji/upah karyawan yang tidak bisa ditunda. Keempat, dikejar tagihan para supplier bahan produksi.
Rentetan bisnis bagi pemula atau yang mahir, dengan kondisi seperti itu ibarat makan buah simalakama. Mau produksi tidak ada dana cair, sementara penagihan harus menunggu beberapa bulan. Sementara biaya bahan, overhead dan karyawan tidak bisa ditunda.
Mau tidak produksi bingung, sebab jika tidak produksi artinya membunuh diri. Sebab tanpa order berarti kosong pendapatan, tapi nanti jika dikerjakan akan dipusingkan dengan pembayarannya molor bak karet atau risiko tidak terbayar sebab banyak pengemplang. Sementara itu biaya overhead dan tenaga kerja jalan terus tiada bisa dibendung.
Keluhan Agustinus Suharyanto itu boleh dibilang penyakit bisnis era kini khususnya di Jawa Timur. Dengan kondisi seperti itu siapa yang bisa tahan, ada mungkin sedikit. Dan bisa dibayangkan sulitnya mengembangbiakkan entrepreneur. Itu baru dari sisi internal manajemen perusahaan. Belum di tambah situasi eksternal misalnya dari sisi regulasi soal perpajakan, retribusi, kredit permodalan dan lain-lain. Dikaitkan semangat otonomi daerah, yang kerap ada perda-perda yang menarif dunia usaha dengan tarikan resmi maupun pungutan liar yang masih marak.
Namun kita tidak boleh pesimis, sejatinya Jawa Timur sudah melahirkan beberapa entrepreneur sejati, seperti Alim Markus, kakak beradik Soegiarto Adikoesoemo dan KP Soenarjo Adikoesoemo, Dahlan Iskan dan lain-lain. Sejauh ini mereka bekerja keras dari bawah tanpa kenal lelah, jatuh dan bangun dalam membangun bisnisnya masing-masing.
Belajar dari mereka, tampaknya mereka bukanlah kader entrepreneur karbitan, tapi gigih sejak awal mula. Sehingga membentuk jiwa yang tangguh dan cerdas dalam berusaha. Dalam unen-unen Jawa berbunyi urip iku urup (hidup itu membawa manfaat) bagi saudara-saudara lain.
Menurut sejarah, beberapa entrepreneur Surabaya (Jatim) tidak serta merta langsung besar karena dana besar dan fasilitas lengkap. Justru di antara pengusaha besar di Jatim berangkat dari nol atau boleh dibilang berangkat dari kemiskinan/kemelaratan/kepedihan.
Justru, kemiskinan finansial yang menjadi daya dorong atau daya ungkit (ala Antony Robbin), untuk bangkit menuju kesejahteraan. Semestinya, itu bisa menjadi inspirasi bagi kalangan muda untuk bergerak maju dengan bekerja keras dan cerdas. Sialnya, banyak generasi bangsa ini menganggap keterbatasan dan kemiskinan tidak menjadi daya ungkit untuk maju malah cenderung tidak berbuat apa-apa (alias ngelokro, cangkruk, ngewes, ngobos).
Baru-baru ini, penulis menulis biografi pengusaha besar Jatim, KP Soenarjo Adikoesoemo. Dari situ terungkap, riwayat awalnya hidupnya dipenuhi kemiskinan dan penderitaan. Justru karena itu menjadikan motivasi untuk bangkit dan bergerak walaupun SMP tidak lulus dan satu sekolah dengan Alim Markus di Chao Cong Jalan Pecindilan Surabaya era 1966.
Dikisahkan mendapat suntikan ilmu bisnis dari wejangan praksis dan belajar dari lapangan yang sungguh mengena. Pertama, apabila menghadapi suatu pekerjaan tidak boleh ditinggal separuh jalan. Usahakan pada titik terakhir terus diusahakan. Kalau mendekati 90 persen pekerjaan tidak mungkin dan tingkat kesulitan tinggi baru dilepaskan. Ini mengisysaratkan kekuatan atau keuletan kita dalam bisnis. Manusia bisnis dituntut tidak cepat patah arang dalam menghadapi problem atau tantangan.
Kedua, jangan sampai pelanggan datang ke kantor (toko), tapi tidak order barang. Atau bagaimana membuat orang yang pada awalnya tidak membeli bisa menjadi membeli. Dalam bahasa sederhananya, dilatih mempunyai kemampuan “merayu” konsumen dengan baik agar merasa dekat. Akhirnya konsumen tertarik dan membeli barang. Secara tidak sadar, dilatih tidak malu dalam menghadapi orang. Berbicara penuh percaya diri sehingga orang menjadi terpikat oleh pesona dan kharisma hati yang baik.
Hal yang didapat di lapangan lain dalam bisnis adalah soal kepintaran. Soal pintar ini bukan perkara nilai akademik dan pendidikan tinggi semata. Namun lebih jauh, seseorang perlu mempunyai banyak akal. Sebab dengan banyak akal, pada umumnya bisa bersiasat dalam menghadapi sesuatu. Apabila ada halangan, misalnya cara A gagal dilaksanakan, bisa memutar otak guna mencari cara yang lain. Soal akademik memang penting, tetapi akan lebih lengkap apabila dikuati dengan kemampuan otak yang banyak akal dan cerdas
Hal lain soal modal finansial. Dalam bisnis diperlukan uang. Sebenarnya tanpa uang bisa dengan menjadi makelar. Namun dalam perkara bisnis konvensional dalam investasi diperlukan sejumlah uang. Pengusaha perlu mempunyai dana pribadi entah lewat cara hidup hemat dan menabung atau investasi. Sejumlah dana bisa didapat misal dari uang pribadi/perusahaan, pinjaman dari bank atau kawan. Yang jelas untuk menggerakkan perusahaan butuh sejumlah uang dan itu mesti ada.
Selanjutnya relasi. Semakin banyak kawan semakin baik, sebab dalam bisnis yang diperlukan kerja sama. Dengan semakin banyak kawan semakin membuka peluang usaha. Relasi itu baik dalam pemerintahan, keamanan ataupun perusahaan. Semuanya penting.
Terakhir garis tangan yang utama. Hal ini terkait keberuntungan dan takdir. Sesuatu yang kadang kita tidak tahu, tetapi itu seringkali terjadi dalam bisnis. Entah karena momentum waktu tertentu tiba-tiba muncul. Boleh dibilang garis tangan adalah persoalan nasib. Misal ada kasus, sekeras-kerasnya bekerja, apabila nasib tidak beruntung (ada kondisi di luar kendali manusia), ya namanya kerja keras bisa mubazir. Misal juga sekeras-kerasnya bekerja, apabila ada momentum keberuntungan. Usaha apapun bisa berjalan dan mendatangkan hoki/rezeki dan keberuntungan. Artinya sudah siap untung dan rugi atau tidak dapat apa-apa alias kerja bakti.
Artinya dengan label kemiskinan dan pengangguran yang tinggi yang melanda wilayah kita, sebenarnya itu bisa dijadikan daya dorong/daya ungkit melahirkan wirausahawan yang tangguh. Yang nantinya mendorong kemajuan ekonomi masyarakat Jatim. Di tengah sulit dan sakitnya melahirkan entrepreneur, kita juga mesti bertanggungjawab untuk tetap melahirkannya walaupun sakit dan sulit.

KANISIUS KARYADI,
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik

Minggu, 23 Agustus 2009

Khasebul, PMKRI dan Politik


oleh : Kanisius Karyadi




Seorang mahasiswa bertanya kepada penulis,” Mas jebolan Khasebul ya?” Penulis balik bertanya, “Apa alasan anda melontarkan pertanyaan itu?” Mahasiswa itu menjawab, “Karena mas sering menulis artikel di Harian Kompas (Jatim). Di samping itu sering menjadi pembicara baik soal politik maupun organisasi, menjadi penulis beberapa buku dan menjadi pelatih pada acara pelatihan – pelatihan mahasiswa. Pada umumnya lulusan muda Khasebul, seperti Ignatius Haryanto, Yanuar Nugroho, Cahyo Suryanto, dan lain- lain banyak aktivitasnya seperti yang dilakukan sampeyan.”

Penulis menimpali, “Saya lulusan Khaslam!” Mahasiswa itu berujar, “Oh, maksudnya sampeyan itu lulusan khalwat Lukas Alamsjah too...” Penulis menjawab, “Khaslam itu khalwat alamiah, artinya kaderisasi dari alam, tidak pernah ada orang yang secara khusus ngajari, ndampingi, mbina, ngopeni, yo wis lepas sendiri. Tidak terikat dengan satu ideologis manapun, bebas, lepas. Hanya saja, pernah menjadi aktivis PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia).”

Karena pertanyaan mahasiswa itu penulis menjadi tergelitik untuk sedikit mengulas tentang Khasebul, PMKRI dan politik. Berikut sedikit uraiannya. Membicarakan topik ini sungguh unik dan menarik. Betapa tidak topik ini awalnya sungguh rahasia, seorang kawan pernah melakukan penelitian berkas terkait Khasebul di PMKRI Surabaya, hasilnya hanya didapat satu kertas terkait Khasebul. Informasi inipun sangat minim. Padahal sudah menjadi rahasia umum, para pimpinan PMKRI Surabaya, era 1980-an kebanyakan lulusan Khasebul.

Masih ada hubungannya dengan Khasebul, bulan September 2008 di Girisonta ada peringatan 25 tahun meninggalnya Pater Beek SJ. Bersamaan dengan itu diluncurkan sebuah buku biografinya yang berjudul Larut Tetapi Tidak Hanyut, ditulis oleh JB Soedarmanta. Tak diduga dalam buku itu diungkap “sedikit” misteri tentang Khasebul, beberapa bulan berikutnya ada liputan khusus di media televisi tentang CSIS (Centre for Strategic and International Studies), Pater Beek dan Khasebulnya. Dengan hadirnya buku dan liputan itu otomatis diskursus tentang Khasebul dibuka.

Menurut buku ini, pada akhir tahun 1966 Pater Beek memulai program Khasebul (Khalwat Sebulan) yang diperuntukkan bagi para mahasiswa. Pendidikan selama satu bulan ini pada dasarnya adalah pendidikan kerohanian dengan menitikberatkan pada doa dan meditasi, ditambah dengan pengenalan situasi konkret dalam masyarakat di mana para mahasiswa itu nanti akan terjun terlibat, dan diperkaya dengan Ajaran Sosial Gereja Katolik, misalnya penerapan Ensiklik Rorum Novarum (Hal 181).

Bersama 25 orang seperti Soedjati Djiwandono, Anton Moedardo Moeliono, Harry Tjan Silalahi, Jusuf Wanandi, Kadjat Hartojo, Sofyan Wanandi, Pater Beek mulai membagi tugas. Pater Beek karena statusnya sebagai pastor menangani pendidikan kerohanian, Soedjati mengajar tentang kepartaian, Harry Tjan Silalahi tentang kiprah Partai Katolik dan partai lain, dan Jusuf Wanandi tentang Sekber Golkar (Hal 181).

Khalwat sebulan atau Khasebul ini juga dimaksudkan mendidik para kader atau calon pemimpin masyarakat. Merekalah elit pemimpin (kader) di sekitar Yesus yang mula – mula mewartakan Injil (kabar gembira) bahwa Allah itu mengasihi manusia dan karenanya mau menyelamatkan manusia (Hal 182).

Lalu apa hubungan Khasebul dengan PMKRI, awalnya Khasebul dan PMKRI begitu dekat. Apabila dihubungkan dengan para pencetus disamping Pater Beek, banyak di antaranya alumnus PMKRI yang terlibat semisal Harry Tjan, Anton Moeliono, dan lain - lain kebanyakan para pendiri itu dari Asrama Realino, walaupun di antaranya ada yang bukan aktivis PMKRI.

Pater Beek menganjurkan kepada mahasiswa untuk aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus. Waktu itu, Pater Beek bertugas sebagai moderator PMKRI. Salah satu anjuran bagi mahasiswa Katolik adalah ikut aktif di PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) (Hal. 114).

Dalam perkembangannya, rekrutmen Khasebul tidak hanya dari ormas Katolik saja semisal PMKRI, Pemuda Katolik, juga dari unsur seminari dan unsur non seminari - ormas. Belakangan unsur dari pemuda di luar Katolik.

Khasebul dan PMKRI mempunyai hubungan emosional yang dalam. Namun dalam perkembangan terakhir, hubungannya tidak mulus. Padahal, banyak di antara aktivis PMKRI dulu maupun sekarang yang merupakan lulusan Khasebul (Madha). Mereka banyak menjadi pimpinan ormas mahasiswa Katolik ini.

Aktivitas lulusan Khasebul dan PMKRI kabarnya juga dekat dengan kehidupan politik. Dalam perjumpaan pertama dengan Mia Aryono (Adik Mgr Sutikno Wisaksono), ia bertanya kepada penulis, “PMKRI itu politik ya?”

Penulis menjawab, ditinjau dari sudut pandang jenis organisasinya jelas PMKRI bukan organisasi politik, PMKRI lebih pada organisasi sosial kemasyarakatan (ormas), fungsinya pada pembinaan dan perjuangan. Dalam kaitan moral, apa yang diisukan dan digerakkan adalah sebatas wilayah politik moral. Bagaimana mendorong terciptanya kesejahteraan umum, menciptakan perdamaian dan keadilan dan sebagainya.

Lebih konkret lagi, lewat usaha pendidikan Khasebul, Pater Beek mendampingi para pemuda untuk terlibat aktif dalam perubahan – perubahan politik sosial yang penting dalam masyarakat dan bangsa Indonesia (Hal 216). Nuansa politik seringkali dicapkan kepada Khasebul dan PMKRI. Padahal alumnus keduanya tidak serta merta semuanya aktif di dunia politik, banyak di antaranya terjun di bidang lain seperti ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Sebenarnya mereka dekat dengan politik (moral/praktis) itu tidak jelek. Menurut I Basis Susilo, MA, Dekan Fisip Unair Surabaya, politik, dari kata Yunani “polis”, berarti kota atau negara. “Polis” adalah organisasi yang bertujuan memajukan kehidupan yang baik dan tenteram bagi para warga negaranya. Politik ialah segala apa yang berhubungan dengan usaha yang baik demi negara atau polis. Pengertian berkembang, yaitu semua tindakan yang bertujuan memperjuangkan apa yang baik bagi seluruh rakyat dalam situasi tertentu.

Unsur mutlak dalam kesejahteraan umum adalah: kebebasan, perdamaian dan keadilan. Dalam bidang politik pun berlaku hukum moral yang mengikat tindakan semua manusia sehari-hari, seperti: jangan berdusta, jangan menipu, jangan mencuri, jangan membunuh, dan sebagainya. Tujuan yang baik tidak menghalalkan semua cara. Tetapi perbedaan besar dengan tindakan pribadi ialah bahwa semua tindakan politik harus dinilai juga dari sudut baiknya bagi masyarakat seluruhnya.

Masalahnya sekarang, bagaimana mendudukkan pengertian politik pada porsi dan esensinya, yaitu usaha memajukan kehidupan bersama yang baik. Setelah itu, mendorong organisasi-organisasi melakukan fungsi pendidikan, pembinaan dan pendampingan agar kaum muda punya wawasan dan ketrampilan yang memadai untuk berperan dalam dinamika sosial-politik bangsanya.

Menurut Gaudium et Spes #75# “Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warganegara mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara. Mereka yang cakap atau berbakat hendak-nya menyiapkan diri untuk mencapai keahlian politik, yang sukar dan sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya, tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil”. Bagaimana menurut anda?

Kanisius Karyadi,
Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik

Dewa Made Terpilih Ketua Pemuda katolik Komda Jatim



Reportase Silvester Woru


Dalam rangka regenerasi kepengurusan, Pemuda Katolik Jawa Timur pada hari Minggu 2 Agustus mengadakan Musyawarah Komisariat Daerah(Muskomda) di Aula Gereja Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya. Muskomda yang dibuka oleh Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Surabaya Rm. Eko Budi Susilo, dihadiri 12 cabang. Cabang Kab. Lamongan, Kab. Gresik, Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kota Malang, Kab. Malang, Kota Batu, Kab. Blitar, Nganjuk, Kota Madiun, Kab. Kediri, Kota Kediri. Selain itu dihadiri oleh undangan dari Ketua ISKA Surabaya Rinus Pantouw, Pembina dan mantan Pemuda Katolik antara lain J Lumanto Suhandojo, FJ Siswanto, J. Hendy Tedjonegoro.
Acara dimulai pukul 09.00 pagi diawali dengan protokoler pembukaan. Menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta, pembacaan tri prasetya Pemuda Katolik, laporan ketua panitia, sambutan ketua Komisariat Daewrah (Komda) Pemuda Katolik Jatim, sambutan Ketua Komisi Kerasulan Awam (Kerawam), lagu Bagimu Negeri, doa dan Orasi “Aktualisasi Peran Pemuda Katolik bagi Gereja dan Bangsa” oleh J Lumanto Soehandojo.


Dalam sambutannya Ketua lama Pemuda Katolik Jatim Ansfridus Legho, menegaskan Pemuda Katolik Jatim harus diisi oleh orang-orang muda yang memiliki energi tinggi. ”Saya memimpin Pemuda Katolik Jatim sejak tahun 1991, kalau dihitung maka sudah 18 tahun. Ada banyak kekurangan dan kelebihan selama dalam kepemimpinan saya. Saya berharap dengan adanya Muskomda ini supaya ada renegerasi kepengurusan. Siapapun yang terpilih mari kita sama-sama membenahi Pemuda Katolik Jatim,” ujarnya.


Sementara dalam sambutan Rm. Eko mewakili Uskup Surabaya, berharap Pemuda Katolik Jatim harus bisa berbenah diri. Pemuda Katolik harus diisi oleh orang-orang muda yang siap. Pemuda Katolik sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) harus bisa membawa nilai-nilai kekatolikan dalam kehidupan masyarakat. ”Sebagai Ketua Komisi Kerawam, kami mempunyai tanggung jawab untuk menganimasi Ormas Katolik seperti Pemuda Katolik dan PMKRI. Pemuda Katolik bisa menjadi wadah orang muda Katolik yang terjun dalam bidang politik dan sosial kemasyarakatan. Pemuda Katolik bisa menjadi kawah candradimuka kader Gereja Katolik di masyarakat,” cetusnya. Beliau berharap dengan adanya kepengurusan baru agar secepatnya berbenah diri, terutama merintis pembentukan cabang di daerah-daerah.


Setelah acara protokoler diisi dengan orasi ilmiah oleh Lumanto Soehandojo. Dalam paparannya, Pemuda Katolik harus bisa menghayati semangat Pro Ecclesia et Patria. Belajar, bekerja dan berjuang untuk gereja, bangsa dan tanah air Republik Indonesia. Semangat itu di dasari oleh iman Katolik, tradisi para rasul dan ajaran magisterium. Selain itu anggota Pemuda Katolik perlu menghayati semangat St. Johanes Berchmans sebagai santo pelindung. Maka sebagai anggota Pemuda Katolik harus memiliki kompetensi dengan bidang keahliannya, memiliki skill (ketrampilan), knowledge (pengetahuan), dan attitude (sikap). Selain itu harus memiliki sikap jujur, kesetiaan, tanggungjawab, disiplin, kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan membangun jaringan.


Maka aktualisasi Pemuda Katolik dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat adalah jadilah orang Katolik 100% dan orang Indonesia 100%.

Pemilihan Ketua Komda
Pemilihan ketua Komda diawali dengan pembahasan kepersertaan, tata tertib dan pemilihan pimpinan sidang. Prosesnya berjalan normal namun pada pembahasan kepesertaan sedikit alot. Peserta dari Cabang Surabaya yang bermasalah dalam internal kepengurusan yang sampai saat ini belum selesai. Akhirnya keputusan sidang, cabang Surabaya tidak memiliki hak suara untuk memilih. Pada pemilihan pimpinan sidang yang terpilih adalah Vincentius Pamungkas cabang Kota Malang, anggota Heri Risdianto cabang Nganjuk, Kristyono mewakili Komda Jatim.
Acara dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban Ketua Komisariat Daerah. Laporan disampaikan oleh Ketua Komda Ansfridus Legho. Dari laporan yang disampaikan gambaran kondisi Pemuda Katolik Jatim, semua peserta bersepakat untuk bersama-sama membenahi Pemuda Katolik Jatim ke depan.


Setelah laporan pertanggungjawaban dilanjutkan dengan sidang komisi. Ada tiga komisi yang menjadi pembahasan peserta yaitu komisi organisasi, program dan rekomendasi. Masing-masing komisi melaporkan dari tiga agenda yang sudah dibahas. Ketiganya itu menjadi pekerjaan rumah untuk kepengurusan Pemuda Katolik Jatim ke depannya.


Pemilihan Ketua Komda Jatim, tiga orang kandidat maju berdasarkan hasil rekomendasi dari masing-masing cabang. Ketiganya adalah Fencte Tatukode, Alexius Kristyono dan Dewa Made RS. Namun Fencte mengundurkan diri karena alasan kesibukan pekerjaan. Sedangkan Kristyono dan Dewa Made RS melanjutklan untuk bertarung. Pemilihan berlangsung tertutup, masing-masing cabang menulis nama calon di secarik kertas. Sistem pemilihan adalah satu cabang satu suara. Dari hasil pemilihan yang keluar sebagai Ketua Pemuda Katolik Jatim periode 2009-2011 adalah Dewa Made RS dengan perolehan sebanyak 7 suara, mengungguli Kristyono dengan perolehan 5 suara. Ada 11 cabang yang ikut memilih di tambah satu suara mewakili Komda. Dengan demikian keluar sebagai Ketua Komda Pemuda Katolik Jatim periode 2009-2011 adalah Dewa Made RS.


Setelah pemilihan Ketua Komda, langsung pemebentukan tim formatur untuk membentuk kepengurusan. Yang masuk tim formatur adalah Rm. Eko Budi Susilo, Felix Sad Windu dari cabang Kota Batu, Heri Risdianto cabang Nganjuk dan Ansfridus Legho mantan Ketua Komda.

Menggerakkan Pemuda Katolik dari Kediri



Reportase oleh Silvester Woru

Dalam rangka konsolidasi dan perekrutan anggota, Pemuda Katolik Komisariat Daerah (KOMDA) Jawa Timur tanggal 26 Juli mengadakan masa penerimaan anggota (Mapenta). Mapenta diadakan di Aula Paroki St. Vincentius a Paulo, Kediri. Sebanyak 35 peserta mengikuti kegiatan ini. Mereka berasal dari Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Blitar, Nganjuk dan Kota Madiun. Acara yang difasilitasi dan di buka oleh Rm. Antonius Gozal, Pr pastor pembantu Paroki St. Vincentius a Paulo Kediri.
Dalam sambutannya Rm. Gozal memandang betapa pentingnya orang muda Katolik untuk terlibat dalam kegiatan organisasi. Organisasi tidak hanya di internal Gereja Katolik, tetapi organisasi kemasyarakatan juga penting, seperti Pemuda Katolik. Kita sebagai warga gereja dan juga warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Di dalam Pemuda Katolik kita dilatih dan ditempa untuk menjadi seorang militan yang positif dengan semangat kekatolikan. Organisasi ini juga sebagai saran positif bagi orang muda Katolik untuk mengembangkan diri menjadi pribadi-pribadi yang matang untuk terlibat dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.
Pada Mapenta kali ini peserta menerima materi yang diberikan oleh
oleh Sekretaris Pemuda KatoliK Jatim, Alexius Kristyono tentang sejarah, visi dan misi Pemuda Katolik. Sedangkan materi kedua tentang ASG dan politik di berikan oleh Kanisius Karyadi. Peserta antusias mendengarkan materi yang diberikan. Ada berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh peserta. Misalnya, Yuli peserta dari Madiun yang menanyakan soal hubungan antara Pemuda Katolik dan Mudika, apakah Pemuda Katolik itu partai politik. Bagaimana hubungan Pemuda Katolik dengan Hirarki Gereja Katolik.
Setiap pertanyaan dari peserta dijawab oleh kedua nara sumber. Mengenai hubungan Mudika dan Pemuda Katolik menurut kedua nara sumber, meskipun keduanya tidak memiliki hubungan secara struktural tetapi Pemuda Katolik merupakan wadah untuk orang muda Katolik pasca Mudika. Kemudian Pemuda Katolik adalah organisasi kemasyarakatan yang ruang lingkup gerakannya bisa di internal maupun eksternal Katolik.
Soal apakah Pemuda Katolik itu partai politik menurutnya Pemuda Katolik adalah organisasi kemasyarakatan berbeda dengan partai politik yang orientasinya kekuasaan. Tapi tidak menutup kemungkinan setiap anggota Pemuda Katolik terlibat aktif atau menjadi kader partai politik tertentu. Ikut aktif dalam kehidupan politik merupakan suatu panggilan seperti yang ditulis dalam ajaran sosial gereja.
Setelah menerima materi, peserta Mapenta mendapatkan sertifikat dari DPD Pemuda Katolik Jatim. Sertifikat ini sebagai bukti secara resmi telah diterima sebagai anggota Pemuda Katolik. Pada kesempatan tersebut ditetapkan kepengurusan masing-masing cabang untuk ketua, sekretaris dan bendahara.

Jumat, 21 Agustus 2009


Madura Pascasuramadu



Oleh : Kanisius Karyadi




Hasil jajak pendapat Kompas, 4 Juni 2009 tentang jembatan Suramadu sungguh menarik untuk didiskusikan. Dikatakan sebanyak 80,3 persen responden meyakini keberadaan jembatan Suramadu akan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat Madura (Kompas Jatim, 15/6/2009).
Hasil jajak pendapat ini mengandung optimisme masyarakat menyikapi Madura pascasuramadu. Dikatakan keberadaan Jembatan Suramadu tersebut akan mempercepat masuknya industri dan badan-badan usaha baru, diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja dan berusaha masyarakat Madura. Selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.
Penulis sungguh senang dan bahagia mendengar tata urutan yang sistematis efek domino Jembatan Suramadu itu, diibaratkan Madura bakal mendapatkan durian runtuh. Suatu sejarah baru, Madura yang dilabeli daerah tertinggal, diharapkan bisa mengejar ketertinggalannya sehingga menjadi daerah maju.
Di balik kebahagiaan itu, ada kegelisahan besar dalam benak penulis terkait dengan perkembangan itu. Menurut hemat penulis, harapan besar itu perlu disikapi dengan bijaksana, agar arus perubahan itu membawa dampak positif bagi Madura. Dengan dibukanya kran yang lebih terbuka bagi masyarakat luar, dipastikan Madura menjadi masyarakat yang lebih heterogen dan multikultural.
Dihubungkan dengan pembangunan ekonomi Madura, diperkirakan pemodal yang memanfaatkan itu adalah warga etnis Tionghoa yang notabene menguasai sektor ekonomi. Hal yang mungkin terjadi adalah kolaborasi pemain – pemain ekonomi di Madura.
Pertanyaan yang muncul dalam benak penulis, mampukah Madura menghasilkan wirausahawan baru dan besar dari etnis Madura sendiri? (Pertanyaan ini tanpa maksud diskriminatif).
Pertanyaan ini sengaja dimunculkan, harapannya muncul kesadaran bahwa kesejahteraan ekonomi warga Madura, sepatutnya juga menjadi tanggung jawab orang lokal Madura. Sebab jika hanya menggantungkan pada keadaaan luar, sama artinya melegalkan penjajahan ekonomi berlangsung di bumi Madura.
Jika tidak muncul wirausahawan baru, ada kekhawatiran warga Madura hanya menjadi objek penderita dari perubahan ini. Warga Madura tidak menjadi aktor utama dari arus perubahan ini.
Akibatnya, modernisasi Madura dengan ditandai Jembatan Suramadu ini hanya sekedar pemanis bibir. Yang tetap diuntungkan dari perubahan ini hanyalah kepentingan modal kuat saja.
Ini patut dijadikan referensi berpikir kita. Memang ada niat luhur dari Jembatan Suramadu, namun jika kita tidak kritis, hal ini bisa menimbulkan persoalan baru yaitu marginalisasi warga Madura menjadi kenyataan. Ditandai pelepasan tanah dan aset warga Madura ke pemodal asing atau luar. Sementara orang Madura akan menjadi warga asing di tanah sendiri.
Tanpa bermaksud merendahkan martabat warga Madura, sejatinya potensi warga Madura itu nyata ada. Kalau kita teliti, misalnya di Surabaya, banyak di antara orang Madura yang menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri maupun sesama. Kita ambil contoh konkret, di banyak tempat, warga Madura banyak menguasai jual beli barang bekas (rongsokan), atau bidang lain, kita mengamati pasangan muda – mudi Madura sangat aktif mencari peluang baru misalnya menjual nasi bebek di pinggir – pinggir jalan di banyak titik di Surabaya ataupun Sidoarjo. Semangat inilah yang perlu terus dihembuskan, supaya banyak lahir wirausahawan Madura yang membawa kemajuan bagi Madura sendiri. Dalam beberapa diskusi kecil, muncul istilah yang unik, ibaratnya orang Madura itu merupakan Tionghoanya orang Indonesia. Pemaknaannya, orang Madura dan warga etnis Tionghoa, terbiasa hidup mandiri dan kreatif dalam menciptakan peluang – peluang usaha baru. Kalangan itu dikenal bisa bertahan hidup dan bekerja sendiri di medan berat sekalipun. Dari semangat inilah, sebenarnya Madura ke depan dipertaruhkan. Diharapkan Jembatan Suramadu ini benar membawa madu bagi Madura, bukan malah menjadi racun belaka.
Teknik Rapat

Oleh Kanisius Karyadi



Pengantar
Seringkali penulis disambati banyak orang tentang bagaimana mengadakan rapat. Untuk menjawab kegelisahan itu, penulis mencoba merangkai secara sederhana poin-poin penting terkait rapat. Semoga ini sedikit membantu dari sisi pengetahuan saja, masih diperlukan tindakan praktis di lapangan yang mesti didapat dari lapangan bernama rapat sesungguhnya.

Istilah Dasar
Teknik : Metode atau sistem mengerjakan sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2002)
Rapat : Pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu; sidang; majelis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2002), pada umumnya muncul keputusan.
Teknik Rapat : Metode membicarakan sesuatu yang menghasilkan keputusan bersama.

Ciri-Ciri Rapat yang Baik
Ada pemberitahuan, etisnya melalui surat, diberikan empat atau tujuh hari sebelum rapat di mulai. Menerangkan segala hal (5w, IH).
Menentukan jenis rapat, rapat pimpinan, rapat pleno, atau dan seterusnya.
Ada lobi – lobi ke banyak pihak mensosialisasikan ide dan gagasan yang hendak diputuskan/ditetapkan.
Ada agenda, tata tertib, materi dengan baik (tersusun rapi, kalau perlu dibagikan).
Ada catatan yang runut
Pelaksanaan rapat tepat waktu dan sesuai urutan agenda, tidak menyeleweng ke mana – mana.
Pimpinan rapat bisa bijaksana dan tegas
Ada keputusan bersama yang dikerjakan bersama
Minimal konflik.

Perlengkapan Rapat
• Ruangan / tempat dan alat
• Sumber daya manusia (pengurus/pimpinan/anggota)
• Agenda rapat
• Tata tertib
• Materi rapat
• Kemampuan rapat
• Keputusan
• Logistik rapat
• Notulen

Ruangan / tempat dan alat
• Diperlukan tempat yang representatif, demi suasana kondusif untuk menghasilkan keputusan yang baik.
• Tempat rapat : bisa di gedung sekretariat, kantor, hotel dan lain sebagainya sesuai dengan anggaran yang disediakan.
• Alat – alat pendukung mesti disediakan, seperti sound sistem dan lain sebagainya

Sumber Daya Manusia (Pengurus/Pimpinan/Anggota)
• Pimpinan : bijaksana dan tegas memimpin rapat. Memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk aktif. Mengarahkan pada agenda sidang dengan runut dan sistematis. Bersama peserta rapat memutuskan dan menetapkan hasil – hasil rapat.
• Sekretaris : terampil mendokumentasikan hasil – hasil rapat dalam notulen.
• Anggota/peserta : terampil mengemukakan pendapat atau argumentasi, sehingga forum bisa dipengaruhi.

Ciri – Ciri Peserta Rapat ;
• Aktif
• Pasif
• Solutif
• Perusak
• Pendamai
• Pandai berbicara, lemah aksi
• Pasif berbicara, lemah aksi
• Dll.

Agenda rapat
• Tertulis jelas agenda rapat yang disepakati untuk dibicarakan secara sistematis.
• Misal agenda rapat :laporan pertanggungjawaban ketua dan pembuatan program dan pemilihan ketua baru.
• Hal itu kemudian diperinci lebih detail susunannya agar memudahkan rapat.

Tata Tertib
• Tata tertib digunakan untuk mengatur dan memperlancar rapat.
• Setidaknya tidak menyimpang dari Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga/Statuta lembaga.

Materi Rapat
• Perlu dipersiapkan dengan matang, misal laporan tertulis yang dinilai valid.
• Ada baiknya ketika berangkat rapat tidak dengan kepala kosong, semetinya sudah mempersiapkan materi secara mendalam, ini untuk mengantisipasi pertanyaan dari beberapa pihak.

Kemampuan Rapat
• public speaking yang bisa diandalkan.
• berkawan
• mempengaruhi pandangan umum
• menguasai materi
• berargumentasi dengan berbasis data yang valid.
• menggiring rapat bisa sesuai agenda rapat atau tidak sesuai rapat.
• Kemampuan mendengarkan dengan baik
• berempati dengan sesama
• Menguasai trik-trik rapat, metode walk out, mengulur waktu, memanaskan suasana, membubarkan rapat, dan lain sebagainya. (cara – cara di atas sebaiknya digunakan seperlunya saja jika kondisi benar – benar membutuhkan.)
• Di samping itu kita mesti bisa menciptakan rapat yang kondusif.

Keputusan
• Diharapkan setiap rapat menghasilkan keputusan yang perlu ditindaklanjuti.
• Keputusan perlu dilaksanakan sesuai dengan rencana
• Untuk itu diperlukan komitmen tinggi peserta rapat.

Logistik Rapat
• Untuk menjaga vitalitas tubuh diperlukan sejumlah makanan dan minuman yang bervitamin dan lain – lain…

Notulen
• Ada baiknya sebelum pertemuan dan sesudah pertemuan dibacakan ringkasan notulen.
• Notulen dibuat sebagai catatan / bukti acara dilangsungkan.

Istilah-Istilah Rapat

• Quorum
Jumlah tertentu orang yang hadir, sehingga rapat bisa dilaksanakan.

• Skors
Rapat sudah berjalan sesuai kuorum, di tengah jalan perlu berhenti untuk memberikan kesempatan pihak-pihak negosiasi/lobi.

• Negosiasi
Proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara pihak satu dengan pihak yang lain.

• Lobi
Kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam kaitannya dengan perihal penting, misal pemungutan suara menjelang pemilihan ketua organisasi.

• Floor / forum
Bisa tempat/suasana pertemuan untuk bertukar pendapat.

• Musyawarah untuk mufakat
Pengambilan keputusan dengan cara kesepakatan bersama.

• Voting
Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak.

• One man one vote
satu orang satu suara

• Aklamasi
Pernyataan setuju secara lisan dari seluruh peserta rapat terhadap suatu usul tanpa melalui pemungutan suara.

• Interupsi
penyelaan atau pemotongan (pembicaraan, pidato dls)

• Interruption point of order
Menyela pembicaraan, sembari memberi masukan atas pokok persoalan yang dibahas.

• Interruption point of information
Menyela pembicaraan, sembari mohon informasi yang sebenarnya, atau tertinggal.

• Interruption point of clearance
Menyela pembicaraan, sembari memberi masukan/membenarkan arus pembicaraan yang dirasa salah/melenceng.

• Interruption point of privilege
Menyela pembicaraan supaya rapat membersihan nama baik atas sesuatu yang negatif terjadi pada orang / lembaga tertentu dalam rapat.

• Deadlock
rapat berhenti tanpa keputusan karena terjadi silang pendapat yang tajam.

• Mandataris Tunggal
Seorang yang menerima mandat untuk menjalankan roda organisasi dalam waktu tertentu.

• Mandataris Jamak
Beberapa orang yang menerima mandat untuk menjalankan roda organisasi dalam waktu tertentu.

• Walk out
keluar sidang dengan maksud dan tujuan tertentu.

• Keputusan
segala putusan yang telah ditetapkan {sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dsb} yang berkekuatan hukum ke dalam

• Ketetapan
Segala putusan yang mempunyai ketetapan hukum keluar dan ke dalam.

• Minderheidsnota
Catatan dalam notulen yang menyebutkan siapa-siapa yang kalah suara apa alasan dan sebabnya

• Notulen / Notula
Catatan mengenai jalannya persidangan (rapat) serta hal yang dibicarakan dan diputuskan.

• Notulis
Orang yang melakukan pencatatan dalam pertemuan

• Notulensi
Hal – hal yang berkaitan dengan kegiatan pencatatan rapat.

• Team verifikasi
Beberapa orang yang bertugas memeriksa laporan dengan kenyataan di lapangan.

• Panitia Ad Hoc
Beberapa orang yang diberi kuasa sementara untuk melakukan tugas sementara, dalam rangka mempersiapkan segala hal terkait munculnya ketetapan baru, misal ketua baru dll.

• Laporan diterima
Laporan pertanggungjawaban yang setelah dinilai forum ternyata sesuai dan bisa diterima forum.

• Laporan ditolak
Laporan pertanggungjawaban yang setelah dinilai forum ternyata banyak ketidaksesuasian dan tidak bisa diterima forum.

• Laporan diterima dengan catatan
Laporan pertanggungjawaban yang setelah dinilai forum ternyata sesuai dan bisa diterima forum, namun dengan catatan yang mesti dipenuhi dalam tempo waktu tertentu

• Ketua Demisioner
Seorang ketua yang selesai mempertangungjjawabkan laporan, setelah diverifikasi lalu dinilai dan dinyatakan diterima, kemudian kuasa kepemimpinan dicabut, diserahkan kepada panitia ad Hoc yang pada akhirnya diberikan pada ketua terpilih.

• Ketua Terpilih
Seorang yang diajukan atau mengajukan diri menjadi ketua dengan memenuhi persyaratan, lalu dinyatakan menang baik lewat aklamasi, musyawarah untuk mufakat atau voting.

• Pandangan Umum
Pada umumnya diadakan dalam sidang/rapat besar, ini disampaikan wakil atau delegasi kelompok tertentu dalam menanggapi suatu pernyataan / pidato pertangungjawaban.

• Delegasi
Utusan dari kelompok yang mewakili dalam sidang/rapat. Bisa seorang atau lebih.

Silakan kalau menambahi sendiri, terima kasih...Materi ini pernah dipresentasikan di beberapa kelompok.

Berbicara di Muka Umum






Oleh Kanisius Karyadi



Apa itu ”berbicara di muka umum” (public speaking) ?
· Mengemukakan pendapat, ide, gagasan atau konsep di depan khalayak umum atau publik secara langsung.

Apa tujuan ”berbicara di muka umum”?
· Menginformasikan berita ke publik.
· Mengkomunikasikan suatu pendapat, ide, gagasan atau konsep ke publik.
· Mempengaruhi opini publik.
· Mengkritisi fenomena atau kebijakan
· Mengaspirasikan suatu pendapat, ide, gagasan atau konsep ke lembaga publik.
· Dan lain – lain.

Apa manfaatnya?
· Publik mengetahui pokok pendapat, ide, gagasan atau konsep pembicara.
· Pembicara menyalurkan transfer ilmu, pendapat, ide, gagasan atau konsep ke publik.
· Dst.

Unsur ”berbicara di muka umum”
· Pembicara : orang yang berbicara (berpidato) dalam pertemuan.
· Materi / isi : sejumlah pendapat, gagasan, ide atau konsep baik tertulis atau lisan.
· Metode / teknik
· Audiens : pengunjung atau pendengar ceramah
· Alat : benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu (misal ; sound system, lcd, laptop / personal computer).
· Ruangan : tempat berlangsungnya acara baik ruang tertutup atau terbuka.

Hal yang perlu dikuasai pembicara
· Penguasaan materi
· Penguasaan diri
· Penguasaan metode
· Penguasaan audiens
· Penguasaan medan

Penguasaan materi
· Mengerti dan memahami materi yang akan dibicarakan.
· Mempunyai referensi buku / bank data tentang hal – hal lain yang mendukung.

Penguasaan diri
· Mengerti dan memahami bahasa tubuh
· Mengerti dan memahami mimik muka
· Kemampuan bersikap dan bertingkah laku santun

Penguasaan Metode
· Mengerti dan memahami cara atau trik (mencairkan suasana, menarik simpatik dls)

Penguasaan audiens
· Mengerti jumlah audiens misal jumlah lelaki dan perempuan, umur, latar belakang orang dst.
· Tidak semua audiens berangkat dengan pikiran kosong (kadang di antaranya jago di bidang tertentu), maka pembicara wajib menghormati siapapun yang datang dan membawakan materi dengan baik.

Penguasaan medan
· Mengerti dan memahami ruang yang dipakai, misal jika berbicara di lapangan perlu sound system yang baik dst.
· Mengerti dan memahami tujuan penggunaan public speaking, misal pidato resmi, kampanye, diskusi dst.

Beberapa halangan bagi pemula
· Malu
· Minder
· Takut
· Grogi
· Tak menguasai konsep
· Tak mengusai medan


Motivasi dasar
· Setiap orang bisa berbicara di depan umum termasuk ”orang pendiam sekalipun” asal dilatih dengan tekun.
· Manusia dibekali daya / power dalam dirinya, tinggal bagaimana diolah dan dilatih sehingga menghasilkan kekuatan yang luar biasa.
· Soal pengetahuan konsep dan medan bisa dipelajari.

Siasat awal mengatasi susah bicara di muka publik
· Memecah kebekuan diri untuk mengurangi rasa malu, minder, takut, dan grogi dengan latihan berteriak sendiri di lapangan sepi. Hi...hi...awas dianggap orang gila lho...tapi jika nekat, niscaya secara perlahan rasa minder, grogi sedikit terkurangi.
· Mulai berbicara sendiri, misal di depan kaca. Lagi – lagi awas dianggap orang gila lho...tapi jika nekat, niscaya secara perlahan rasa minder, grogi sedikit terkurangi.

Siasat agak maju
· Pilih satu kata tertentu, misalnya baju. Mulailah berkata sendiri di depan cermin atau di muka teman – teman anda dengan mengekplorasi kata baju tersebut.
· Uji cobalah untuk berani bicara di forum kecil – kecil.
· Mulai membaca referensi / materi / buku supaya penguasaan terhadap konsep lebih matang.

Siasat Maju
· Menguasai konsep
· Membuat kisi – kisi penting
· Menjelaskan satu persatu kisi – kisi penting
· (hal ini bisa dibantu dengan microsoft powerpoint)

Susunan berbicara sederhana
· Pembukaan
· Isi
· Kesimpulan
· Penutup
(Ini bisa dikembangkan lebih lanjut)

Akhirnya
· Praktik, praktik dan praktik
· Soal tata bahasa bisa diatur di kemudian hari
· Selamat berpraktik public speaking...


Pernah dipresentasikan di beberapa kelompok...

Bagaimana Menggerakkan Pemuda Katolik?

Oleh Kanisius Karyadi

Ini foto saudara Dewa Made RS, Ketua Pemuda Katolik KOMDA JATIM terpilih

Sejarah baru terukir! Setelah 18 tahun memimpin Pemuda Katolik Jawa Timur (Jatim), Ansfridus Legho dengan tulus dan rela mengoper kekuasaannya kepada pemimpin yang lebih muda dan energik. Setelah melalui pertarungan di Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda) 2 Agustus 2009 pukul 15.55 WIB, terpilihlah Dewa Made RS (36), mantan Sekretaris Jendral PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) Surabaya 1999-2000 dan mantan aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di Jawa Timur sebagai Ketua Komisariat Daerah (Komda) Pemuda Katolik Jawa Timur.
Terpilihnya pengurus baru, muncul pula optimisme baru. Untuk menunjang kinerja ke depan, penulis menawarkan pokok-pokok pikiran sederhana bagi kemajuan organisasi kader ini. Menghadapi tata dunia yang selau berubah, Pemuda Katolik hendaknya juga menyesuaikan dengan perubahan-perubahan zaman. Ke depan, diperlukan sejumlah komitmen dan konsistensi untuk melakukan langkah-langkah pembenahan organisasi dalam meraih tujuan dan sasarannya. Maka dari itu beberapa langkah organisasional Komisariat Daerah Pemuda Katolik Jawa Timur perlu memperhatikan situasi di bawah ini:

Pengembangan Organisasi
Pemuda Katolik adalah organisasi kemasyarakatan (ormas), kader dan pemuda yang berfungsi pembinaan dan perjuangan yang diakui keberadaannya oleh gereja dan negara. Untuk itu perlu dihadirkan dan dihidupkan di setiap kabupaten dan kota di Jawa Timur secara konkret dan nyata. Hal ini demi mencetak kader dan menghadirkan peran yang baik dan bermanfaat di masyarakat.
Dalam rangka kehadirannya itu, Pemuda Katolik hendaknya bercermin dari semangat Konsili Vatikan II, di mana Pemuda Katolik merupakan bagian dari ”gereja yang hidup” perlu bersemangat (1) Persekutuan inti pokok hidup menggereja, (2) Misioner (3) Memasyarakat (4) Gereja dalam misteri trinitas dan (5) Gereja menjadi tanda (sakramen) keselamatan.
Hendaknya semangat kerasulan warga Katolik dibina secara baik dan mandiri melalui organisasi-organisasi warga Katolik. Perlu disadarkan, kita warga gereja tentang perlunya organisasi kader Katolik, kalau pimpinan gereja memiliki seminari, maka warga Katolik juga perlu menghidupi ladang kader yaitu organisasi kader termasuk di antaranya yang formal yakni Pemuda Katolik dan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia).
Diharapkan muncul kesadaran/semangat regenerasi dan kaderisasi secara periodik yang mengembangkan sikap jiwa besar, tahu diri/mawas diri dan legowo. Hal ini untuk menghindari pengangkangan satu organisasi Katolik oleh person tertentu selama puluhan tahun yang pada akhirnya memacetkan arus kaderisasi dan peran di masyarakat.
Perlu ditekankan Pemuda Katolik bukanlah organisasi politik. Melainkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang pada intinya hidup dan karyanya demi kemaslahatan organisasi dan masyarakat. Namun demikian, dalam menjalankan tujuan dan sasaran organisasi tidak luput dari persoalan politik kenegaraan. Maka perlu ditekankan kepada segenap kader supaya tidak alergi politik, sebab sejatinya politik itu mulia, yang menyimpan makna perdamaian, kesejahteraan, kerukunan dan lain-lain.
Pada hematnya, organisasi apapun tidak terlepas konflik, maka sebaiknya para pengurus dan anggota perlu sekali meminimalkan konflik organisasi, artinya mengelola konflik menjadi semakin produktif, tidak malah melemahkan organisasi. Ini butuh kader yang berjiwa besar.

Peran Organisasi
Kehadiran Pemuda Katolik hendaknya membawa pengaruh internal yang penting (signifikan) bagi pribadi yang bergabung dalam organisasi dan sesama umat Katolik. Demikian juga secara eksternal membawa pengaruh yang relevan bagi kemajuan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Hal di atas diformulasikan dalam bentuk : Pemuda Katolik perlu mempunyai dan mempraktikkan program pembinaan yang berkelanjutan agar: (1) menciptakan regenerasi kepemimpinan secara kontinu dan periodik dengan baik, melalui beragam pelatihan organisasi, kepemimpinan dan kursus – kursus lain yang dirasa berdampak baik dan positif bagi anggotanya. (2) menghasilkan kader bangsa dan gereja di masa mendatang. (3) melatih kader Pemuda Katolik yang berjiwa besar, tahu diri/mawas diri, legowo menghadapi perubahan-perubahan.
Di samping itu, Pemuda Katolik perlu merancang program yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar yang konkret, aktual dan sesuai keadaan lokal daerah (kontekstual) di mana Pemuda Katolik berada. Program bisa bersifat sosial, jender, kesehatan, hukum, kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup, politik-moral dan lain-lain, dengan disesuaikan keadaan organisasi, sumber daya manusia, sumber dana dan lain – lain.


Relasi Organisasi
Secara organisasional, Pemuda Katolik perlu menjalin komunikasi, kerjasama dan relasi dengan pemangku kepentingan di luar gereja baik pemerintahan, agama, swasta/bisnis, lembaga swadaya masyarakat, organisasi pemuda lainnya, seperti GP Ansor, Pemuda Muhamadiyah, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), KMHDI (Kesatuan Mahasiswa Hindu Darma Indonesia), LMND (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi) dan lain – lain, juga berkomunikasi dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan semua pihak – pihak yang mempunyai kemauan baik dan benar. Hal di atas demi terciptanya suasana masyarakat yang guyub, rukun dan damai.
Secara periodik, hendaknya Pemuda Katolik menempatkan kadernya dalam kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di setiap daerah baik kabupaten/kota dan propinsi. Hal ini dimaksudkan demi menyokong peran dan gerak langkah Pemuda Katolik bagian dari warga negara yang aktif dan partisipatif dalam upaya perubahan dan pembangunan.
Organisasi Pemuda Katolik menyadari bahwa basis massanya berada dalam wilayah teritorial gereja Katolik baik paroki, wilayah/stasi, lingkungan. Di mana dalam wilayah itu juga eksis mudika (Muda-Mudi Katolik) atau orang muda Katolik (OMK). Maka untuk mensinergikan kekuatan dan meminimalkan konflik di antara kedua organ ini, maka Pemuda Katolik di kabupaten-kota Jawa Timur, untuk senantiasa selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan baik dengan para pemangku kepentingan gerejani, baik Mudika, Dewan Pastoral Paroki (DPP), pastor paroki, pastor vikep, komisi kepemudaan, PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Pelayanan Pastoral Mahasiswa (PPM), KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) dan lain-lain. Sehingga terjalin komunikasi, koordinasi dan kerjasama yang baik di antara para pemangku kepentingan gerejani dan Pemuda Katolik.
Untuk meminimalkan konflik dengan organisasi Katolik (Mudika/OMK) yang eksis di paroki atau wilayah teritorial gerejani Katolik, hendaknya Pemuda Katolik merekrut kawan – kawan muda Katolik yang dirasa sudah purna tugas/aktif dari Mudika. Namun tidak menampik menerima anggota dari OMK/Mudika yang rela, tulus, tanpa paksaan mengikuti Pemuda Katolik. Dengan kata lain, Pemuda Katolik menjadi ruang/wadah ekspresi dan aktualisasi para aktivis pasca Mudika.
Sebagai organisasi independen, sejatinya Pemuda Katolik hendaknya menjauhi sikap intervensi, arogan, sok pamer dan lain-lain kepada organisasi Katolik (Mudika dan organisasi sejenisnya), supaya tidak terjadi syak wasangka yang negatif dan pertarungan internal yang tidak produktif. Sangat diharapkan ada jalinan komunikasi, relasi dan kerjasama yang baik.
Secara organisatoris Pemuda Katolik adalah organisasi independen, maka konsekuensinya tidak memiliki garis afiliasi ke lembaga publik atau partai politik manapun. Namun demikian, tidak menutup kemungkinanan para anggota / pengurus Pemuda Katolik juga mengikuti lembaga publik / partai politik namun bukan mewakili organisasi, melainkan bergerak atas nama pribadi. Ini demi menjaga konflik kepentingan dalam organisasi, juga bermaksud memberikan ruang ekspresi kepada kader Pemuda Katolik untuk terlibat lebih luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan rumah tangga Pemuda Katolik.


Sumber Finansial
Dalam rangka menghidupi Pemuda Katolik, hendaknya organisasi tetap mengandalkan swadaya anggota. Maka diharapkan iuran anggota yang rutin. Kalau dirasa mampu, Pemuda Katolik sekiranya mempunyai usaha, baik koperasi atau usaha lain yang membantu anggota sendiri dan menguntungkan organisasi di mana dana tersebut dikelola secara mandiri dan transparan setidaknya menjadi dana abadi bagi pengembangan organisasi ke depan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan menerima bantuan dari berbagai pihak seperti hierarki gereja, pemerintahan, lembaga swasta dan pihak lain demi pengembangan organisasi yang bisa dipertangungjawabkan dengan baik dan benar.

Kanisius Karyadi, Penggagas Muskomda Pemuda Katolik Jatim 2 Agustus 2009

Kamis, 20 Agustus 2009










Catatan Menjelang Muskomda Pemuda Katolik Jatim
Tumbuh dan Berbuahlah...

Foto : Cak Heri van Sekjend (baju garis-garis) menerima palu pimpinan sidang dalam Muskomda Pemuda Katolik Jatim di aula Gereja Katedral Surabaya, 2 Agustus 2009.

Oleh : Kanisius Karyadi



Menghidupkan organisasi Pemuda Katolik Jawa Timur itu ibaratnya mendirikan benang basah. Sekuat-kuatnya tangan memegang benang, toh...sulit berdiri. Demikian kata Muliadi Tanujaya, mantan pengurus dan senior Pemuda Katolik ketika bertemu penulis dalam suatu kesempatan di Surabaya.
Agaknya kerisauan dan kegundahan hati Muliadi tersebut bisa dimaklumi. Mengingat lebih dari 15 tahun, organisasi ini tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Relatif nihil kaderisasi yang mengarah pada kematian.
Berangkat dari kondisi seperti itu, beberapa pengurus yang tersisa dan kawan–kawan muda Katolik merasa prihatin untuk bangkit dan bergerak. Maka, jika tidak ada aral melintang pada tanggal 2 Agustus 2009 bakal digelar Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda) Pemuda Katolik Jawa Timur di Surabaya.
Secara normatif, menurut AD (Anggaran Dasar) Pemuda Katolik, pasal 10 poin E disebutkan Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda): (a) Diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat Daerah setempat. Bila dinggap perlu dapat diselenggarakan oleh Pengurus Pusat. (b) Dilaksanakan 3 (tiga) tahun sekali. (c) Diselenggarakan untuk mengevaluasi dan menetapkan program – program umum organisasi di tingkat daerah. (d) Memberhentikan, memilih, dan menetapkan kepengurusan Komda (Komisariat Daerah).
Momentum ini sejatinya penting untuk refleksi dan aksi bersama. Pertama, minimalnya kader muda awam Katolik yang muncul ke permukaan. Ketika Anton Prijatno, tokoh awam senior Katolik menjadi ketua panitia pemilihan anggota (Komisi Pemilihan Umum) KPU Jatim beberapa tahun yang lalu, ia berujar,”Lho kok tak ada anak Katolik yang ikut seleksi?”
Pertanyaan Anton sebenarnya bisa dijawab bahwa memang sangat sedikit anak – anak muda yang terlatih dalam hal – hal sosial kemasyarakatan. Sementara itu, organisasi kader Katolik telah lama tidak terurus dan mandul. Jadi wajar tidak banyak kader yang muncul ke permukaan.
Sebenarnya, ada beberapa kader muda Katolik yang enerjik dan potensial di Jawa Timur, kita mengenal I Dewa Gde Satrya, seorang kolumnis produktif jebolan PMKRI Surabaya. Ada Iwan Dwi Laksono mantan petinggi PMKRI dan LMND, Eusebius Purwadi, mantan bos PRD Jawa Timur dan lain – lain.
Di balik kegelisahan itu, ada peluang besar dalam kaderisasi. Ini kesempatan nyata melanjutkan proses kaderisasi para pemuda dan pemudi Katolik di Jawa Timur. Sehingga ke depan muncul banyak kader muda yang relatif siap terjun ke dalam wilayah publik yang lebih luas.
Ini membutuhkan komitmen beberapa pihak, baik dari kalangan awam dan hirarki. Ya, bolehlah hirarki terus memacu kaderisasi pastornya dengan pendirian seminari menengah dan tinggi. Namun, juga sangat baiklah kiranya kaderisasi awam lewat organisasi kader Katolik seperti PMKRI, Pemuda Katolik juga berkembang. Sehingga nantinya muncul timbal balik yang positif bagi perkembangan masyarakat dan negara.
Dalam dokumen Gereja Katolik, Christi Fideles Laici, (Bapa Suci Yohanes Paulus II tentang panggilan dan tugas kaum awam beriman di dalam gereja dan dalam dunia), jelas menyebutkan kemajuan dan keberakaran gereja di suatu wilayah dapat juga diukur dari keterlibatan kaum awam dalam kehidupan menggereja maupun di tengah masyarakat sebagai garam, ragi dan terang.
Kedua, tantangan eksternal semakin besar, baik dalam soal ideologi dan tantangan lain. Pasca reformasi, kita dikejutkan dengan munculnya peraturan daerah (Perda) di sejumlah daerah yang dirasakan sangat diskriminatif.
Disebutkan sejumlah 151 Perda diungkapkan telah mengabaikan semangat kebhinekaan dalam berbangsa dan bernegara. Gerakan gerakan para saudara sebangsa itu semakin massif dan keras, bahkan dikabarkan telah banyak menyusup ke jantung – jantung strategis masyarakat, bangsa dan negara kita (Coba bandingkan buku Ilusi Negara Islam : 2009). Ini adalah catatan kritis, supaya ada langkah – langkah konkret ke depan untuk mengantisipasinya.
Menghadapi situasi tersebut, perlulah Pemuda Katolik ke depan tumbuh dan berkembang. Benar benar menjadi organisasi kader yang berfungsi pembinaan dan perjuangan. Di sisi internal berupaya melahirkan dan mencetak kader muda Katolik yang mumpuni, berkualitas dan bermanfaat.
Di sisi eksternal, sejatinya sebagai pejuang keadilan dan kesejahteraan bagi semua orang termasuk di dalamnya warga Katolik. Jika dua fungsi ini berjalan, niscaya organisasi ini disegani dan diperhitungkan banyak pihak. Ide itu sejatinya sederhana, namun dalam pelaksanaannya butuh komitmen dan konsistensi yang besar. Tanpa itu, benar kata Muliadi, sulit...
Di sisi yang lain, sebenarnya ini menjadi pintu pembuka bagi kaderisasi berkelanjutan dalam Katolik. Dimulai dari sinergi berbagai organisasi kemasyarakatan Katolik, mulai dari PMKRI, Pemuda Katolik, WKRI dan ISKA. Sejatinya mereka saatnya bahu membahu dalam proses pembinaan dan perjuangan itu. Sudah saatnya ada sinergi dan koordinasi di antara mereka, tanpa itu, ya morat marit...
Semoga catatan pendek ini membawa perubahan besar dalam Pemuda Katolik Jawa Timur dan organisasi kemasyarakatn Katolik lainnya ke depan. Merdeka!!!


Kanisius Karyadi
Panitia Pengarah Muskomda Pemuda Katolik Jawa Timur 2009.