Jumat, 04 September 2009

Suka Duka Karyadi Menulis Buku Biografi Uskup Surabaya


Istrinya menganggap Proyek Kentir dan Sinting


Oleh Heti Palestina Yunani

Wartawan Radar Surabaya, dimuat Rabu 25 Juli 2007.


Sejak mendengar nama calon uskup Surabaya, niat Kanisius Karyadi menulis buku biografi Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono tercetus begitu saja. Namun, tak mudah buat Karyadi menulisnya. Ia menganggap buku itu juga menjadi ujian kesabarannya. Leganya, tepat di hari penahbisan, buku itu luncur.

Kalau saja bukan dari niatan sendiri, buku berjudul Sang Maestro dari Perak tak bakal dirampungkan Kanisius Karyadi tepat waktu. Selama menulisnya dua bulan, Karyadi mengandalkan keinginan kuatnya mengenal Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono lebih dekat.

Mulai ide, tenaga, pikiran hingga biaya ditanggung Karyadi sendiri, termasuk puasa tiga hari agar ia kuat menggarapnya. ”Istri saya saja sering bilang ini proyek kentir dan sinting,” kata pria kelahiran Surabaya, 24 Agustus 1975 ini.

Sebagai umat Katolik yang menunggu datangnya sang uskup selama tiga tahun, Karyadi memang amat penasaran tentang orang istimewa yang menduduki tahta agung itu. Saat berlangsung Misa Pemberkatan Minyak Krisma di Gereja Katedral Surabaya, 3 April 2007, Karyadi hadir.

Ia mencatat momen penting pengumuman calon uskup Surabaya itu dengan detil. ”Saya tahu betul kapan jam Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono disebutkan sebagai calon uskup. Jam di HP saya menunjukkan pukul 18.16,” kata Karyadi, yang sempat jatuh sakit di tengah penulisan.

Sejak itu, Karyadi punya niatan untuk menulisnya. Meski tak tahu apa-apa soal Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono, ia percaya diri saja. Perburuan bahan dari berbagai sumber ia mulai dari dari Keuskupan Surabaya untuk mencari tahu keluarga Mgr Tikno-panggilan Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono. Terjalinlah komunikasi dengan adik Mgr Tikno, Mia Aryono. Dari sumber awal ini, merembetlah informan mulai ibunda Mgr Tikno, Ursula Madijanti, hingga kakak Mgr Tikno, Reniwati.

Tak hanya keluarga, perburuan bahan tentang siapa Mgr Tikno dan kiprahnya bergulir dari sejumlah orang yang mengenal romo dan berbagai tempat di beberapa kota. Karyadi harus menemui mantan guru SDK St. Mikael Surabaya, Rosa Maria Wigati, di Kediri.”Bu Rosa ingat ketika Mgr Tikno menangis minta tolong karena baju seragam sekolahnya disilet teman. Ini temuan mengagumkan,” kata mantan ketua presidium DPC PMKRI Surabaya Sanctus Lucas ini.

Juga dari guru bahasa Inggris SMP AC Sugianto. Keluarga besar Seminari Menengah Garum di Blitar, didatanginya. Beberapa orang di Mojokerto, Malang, Sidoarjo, dan Surabaya yang didapatnya dari getok tular. Termasuk menelusurinya dari SDK St. Mikael Surabaya, keluarga besar Gereja Katolik Santo Mikael sampai Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII Malang dan sejumlah tempat dan nama yang tidak bisa disebutkan. ”Saya ngotot ketemu banyak orang karena banyak hal yang terkuak tentang Mgr, saya mau tulisan saya lengkap,” kata penulis buku Katolik Merah Putih ini.

Kelengkapan data itu sempat membuat Mgr Tikno terkagum dengan upaya bapak satu anak ini menulis biografinya. Saat bertemu kali pertama di Keuskupan Surabaya, Mgr yang semula menolak ditulis, akhirnya bersedia.

Dengan data-data yang sudah didapat itu, Karyadi menjadikan kata kunci untuk meyakinkan Mgr Tikno tentang niat baik itu. ”Saya pancing Mgr dengan memanggil nama aslinya, Oei Tik Hauw. Beliau terperanjat betul karena tak semua orang tahu. Apalagi, nama asli Tionghoa ayah, ibu dan saudara-saudaranya saya sebut. Termasuk kebiasaan misuh Mgr di masa muda,” kata suami Cecilia Dessy Vita, yang mencatat tertulisnya karya ini sebagai keimanannya kepada Tuhan.

Kegaguman Mgr Tikno makin bertambah ketika beberapa foto dari benda pribadinya dipotret. Misalnya cangkir aluminium yang dipakai di Seminari Garum, Blitar pada tahun 1970 - 1974, gambar tangan saat duduk kelas 2 SMP di Angelus Custos Surabaya berjudul In The Afternoon. Yang paling membuat terhenyak Mgr Tikno adalah foto meja kayu yang masih dipakai di seminari.

Dengan terkejut, Mgr Tikno pun luluh. Ia balik memuji Karyadi yang dianggapnya terlalu banyak tahu tentang pribadinya ketimbang orang lain.

Sekilas Gentong Makmur Credit Union (CU)

Credit Union (CU) ini diberi nama Gentong Makmur, arti filosofisnya : Gentong adalah tempat penyimpanan sesuatu yang berharga dan memberikan kemakmuran kepada anggota yang mengelola lembaga ini. CU ini didirikan di Surabaya, 30 April 2009 oleh kalangan muda seperti Kanisius Karyadi, A. Heru Siswoyo, Dewa Made RS, Silvester Woru dan Agustinus Sepanca Naryanto.
Credit Union berasal dari kata credere yang artinya kepercayaan, dan union yang berarti kumpulan. Bisa diartikan Credit Union adalah sekumpulan orang yang saling percaya dan bersepakat untuk mengumpulkan modal bersama, kemudian dipinjamkan kepada sesama anggota untuk tujuan produktif dan kesejahteraan bersama, yang dikelola secara profesional sebagai lembaga milik bersama.

Credit Union memiliki ciri-ciri
Koperasi
· Anggota adalah pemegang saham.
· Ada pendidikan dan pelatihan anggota, pengurus, pengawas dan pengelola.
· Tempat meminjam dan menyimpan modal.

Bank
· Produk Simpanan.
· Produk Pinjaman.
· Sistem Pengelolaan yang profesional.

Asuransi-Produk perlindungan bagi anggota dalam bentuk:
· Perlindungan pinjaman.
· Perlindungan simpanan dalam bentuk santunan duka
· Solidaritas duka cita.

Tujuan CU
Membangun kesadaran kritis dan cerdas.
Membangun kesadaran hidup hemat, terencana dan bervisi ke depan.
Meningkatkan kecakapan pengelolaan keuangan.
Meningkatkan kemampuan untuk mengelola usaha dan mengembangkannya.
Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarga.
Menyiapkan masa depan yang berkualitas dan sejahtera.
Memberikan pelayanan simpan dan pinjam yang cepat, simpatik dan profesional
Kesadaran menabung secara teratur, meminjam dengan bijak dan tertib mengangsur.
Membangun kesadaran dan solidaritas.

Manfaat sebagai anggota CU
· Memiliki saham berarti mempunyai kepemilikan atas CU dan mendapat sisa hasil usaha berupa deviden dan balas jasa saham.
· Mendapatkan fasilitas simpanan investasi
· Pinjaman dan jasa pinjaman ringan
· Memperoleh santunan duka apabila anggota meninggal.
· Mendapatkan proteksi / asuransi bebas premi terhadap simpanan saham dan pinjaman terhadap anggota CU yang terkena musibah (meninggal atau cacat tetap). Ahli waris akan mendapatkan klaim berupa penghapusan pinjaman dan santunan duka sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Cara menjadi Anggota Gentong Makmur Credit Union
Mengisi formulir pendaftaran dilampiri identitas diri yang berlaku, seperti KTP, SIM, dlll.
Membayar simpanan pokok Rp 50.000,- (sekali saja)
Membayar simpanan wajib Rp 10.000,- per bulan
Menabung simpanan sukarela (bebas).

Anda berminat bergabung menjadi anggota Gentong Makmur CU, kontak kami :
Kanisius Karyadi, Ketua : 031-71628697
Silvester Woru, Sekretaris : 081-332435677
Agustinus Heru Siswoyo, Bendahara : 081-332696518
Alamat sementara : Perum Candramas AD 20 Sedati Sidoarjo.

Kamis, 03 September 2009

Perlunya Memproduktifkan THR



Oleh KANISIUS KARYADI



Dua minggu sebelum Lebaran, pada umumnya para buruh mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Bagi buruh hal itu sungguh menyenangkan dan membahagiakan sebab THR bisa menambah kas penerimaan pribadi. Namun, penulis merumuskan sebagian besar penerimaan THR oleh buruh sekadar menambah penerimaan sementara. Sebab, dalam hitungan beberapa minggu atau bulan dana cair itu cepat menguap.

Menurut pengalaman dan pengamatan lapangan, ada beberapa hal yang menyebabkannya. Satu di antaranya adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari dan godaan untuk konsumtif. Sering kita jumpai, jumlah upah yang diterima buruh dalam sebulan, boleh dikata sekadar cukup untuk hidup sederhana. Tidak jarang buruh perlu mengutang untuk memenuhi kebutuhan lain. Misal menyekolahkan anak, memperbaiki/mengontrak rumah dan seterusnya.

Ada pengalaman menarik seperti diungkapkan Mohammad Faqih (55) dan Syafiudin (32), masing-masing adalah buruh di dua perusahaan swasta di Surabaya. Mereka mengungkapkan bahwa THR ibaratnya air yang numpang lewat saja, sebab uang itu mesti dibagi-bagi untuk pos anggaran membayar utang dan memenuhi kebutuhan sendiri seperti biaya makan minum, listrik dan lain-lain.

Dorongan konsumtif itu dipicu oleh kepungan dan bayangan ratusan iklan. Baik yang melalui radio, TV atau media lain yang menggoda untuk belanja sekadar memenuhi keinginan. Iklan begitu hebat menguasai alam sadar dan bawah sadar. Secara perlahan namun pasti dibawa ke wilayah konsumsi. Sebenarnya mengkonsumsi barang/jasa yang diiklankan tidak salah. Namun, kita sering terjebak mengkonsumsi berdasarkan keinginan semata. Tanpa menghitung barang/jasa itu benar-benar menjadi kebutuhan primer. Celakanya, barang atau jasa yang dikonsumsi nilai harganya relatif tinggi. Hal itu menyebabkan kita menganggarkan sebagian dana untuk barang/jasa yang sebenarnya bukan yang utama.

Dengan memenuhi keinginan itu, dipastikan menyedot kas penerimaan. Dilihat dari nilai produktivitas dari barang itu sebenarnya relatif kecil karena hanya memberikan rasa bangga atau rasa senang yang sifatnya sementara. Hal lain yang cepat menguras THR adalah kebutuhan mudik. Lebaran merupakan peristiwa rohani yang suci. Pada umumnya disertai tradisi mudik ke daerah tertentu yang dinilai bermakna historis, bermuatan suasana silaturahmi dan kekeluargaan.

Untuk mudik diperlukan sejumlah dana/uang yang tidak sedikit. Kita sering menjumpai, THR dijadikan sumber dana untuk kepentingan itu. Di samping penerimaan lain, misal ada buruh yang bisa menabung lalu digunakan menambah pos anggaran mudik. Dana itu untuk pos transportasi, pos oleh-oleh, hingga pos uang saku kepada sanak saudara.

Tanpa dikomando, sepertinya ada kesepakatan tidak tertulis hampir semua lini menaikkan barang dan jasa itu. Misal biaya angkutan bisa naik 30 persen atau lebih dari harga normal. Harga barang kebutuhan sehari-hari (sembako) juga mengalami kenaikan yang cukup membingungkan. Ada satu pemikiran konstruktif yang sekiranya bisa mengatur THR sehingga bisa bermanfaat bagi buruh di masa depan. Yaitu perlunya dibangun budaya mengurangi watak konsumtif itu sendiri, dengan sedikit mengerem keinginan dan menekan kebutuhan hari raya. Caranya dengan perubahan paradigma dalam memandang THR.

Selama ini THR dipandang sebagai tunjangan hari raya semata, yaitu sejumlah uang yang dikonotasikan sekadar untuk menyambut hari raya. Dana itu biasanya habis ludes, tanpa sisa setelah hari raya. Perlu ada perubahan memandangnya, THR dari tunjangan hari raya menjadi tunjangan masa depan.

Artinya, dana yang diterima setahun sekali senilai satu kali upah sebulan. Digunakan sebagai dana abadi demi kesejahteraan masa depan buruh. Dengan cara mengambil sedikit untuk kebutuhan mudik dan hari raya. Sisanya dicelengi secara permanen, entah dengan model deposito atau dana pensiun. Ide ini mungkin dianggap gila dan nyeleneh di mata buruh. Namun, jika para buruh konsisten dengan cara itu, minimal masa depan buruh cenderung terjaga. Mengingat di samping dana abadi yang dengan kesadaran finansial ditanam secara pribadi dari hasil THR.

Misal seorang buruh berusia 30 tahun. Setiap tahun mendapatkan THR senilai kurang lebih Rp 900.000. Setiap tahun disisihkan 50 persen untuk dana abadi. Hingga pensiun nanti ketika berumur 55 tahun, dana abadinya berjumlah Rp 450.000 dikalikan 25 sama dengan Rp 11.250.000 belum ditambah pengembangannya. Walaupun nilai uang itu 11 juta, namun perlu dihargai. Daripada THR muspro (lenyap) hanya sekali pakai saat hari raya, lebih baik dikumpulkan sebagai dana abadi buruh di masa tuanya. Dengan dana itu ketika pensiun, buruh relatif siap dengan hari tuanya. Ini merupakan cara kecil dan konkret mengurangi kemiskinan buruh.


KANISIUS KARYADI
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik

Sumber : Harian Kompas Jawa Timur, 3 September 2009.