Rabu, 16 Maret 2011

Seperti Belajar Naik Sepeda!


Oleh-oleh dari Pelatihan Menulis Opini LPEP

Oleh : AGUSTINUS AMAPOLI KARANGORA


Pada hari Sabtu-Minggu, 27-28 Maret 2010, diadakan pelatihan anak muda bagaimana membagikan ide, pemikiran, dan gagasan di media massa yang digelar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Politik (LPEP). Pelatihan Menulis Opini (PMO) dibuka hari Sabtu, 27 Maret 2010, tepat pukul 10.00 WIB oleh Kanisius Karyadi dari LPEP dengan peserta 60-an anak muda yang berasal dari berbagai elemen.

Sebuah fakta yang tidak dapat dimungkiri, di saat banyak pihak mengeluh kesulitan untuk mengumpulkan orang muda dalam kegiatan menulis. Lembaga ini mampu mengajak 60 lebih orang muda untuk sejenak duduk dan berlatih menulis opini. Hal ini cukup memberi sebuah kejutan dan rasa bangga bagi Ahmad Zaini, Redaktur Opini Jawa Pos, yang membagikan kiat-kiatnya kepada para peserta. “Saya sangat kecewa ketika diminta untuk menjadi pembicara dalam kegiatan seperti ini di salah satu Perguruan Tinggi di Surabaya. Saya sudah capek-capek membuat makalah dan mengorbankan waktu saya bersama keluarga, ternyata peserta yang hadir hanya 5 orang. Lebih parah lagi, panitia masih kebingungan untuk mencari tempat.” ungkap Zaini kepada para peserta. “Oleh karena itu, saya sedikit pesimis ketika diminta menjadi pembicara oleh Karyadi.” ungkap Zaini lebih lanjut.

Menulis di Jawa Pos dan Kompas

Beragam alasan diungkapkan oleh para peserta, mengapa mau ikut PMO. Mulai dari hanya sekedar ikut-ikutan, mendapat teman baru, mengisi waktu luang, mendapatkan ilmu menulis, bekal untuk menjadi wartawan, belajar menulis opini dan buku, sampai untuk mendapatkan kiat-kiat menulis opini dan dimuat di media massa, seperti: Jawa Pos dan Kompas. Menanggapi hal tersebut, Karyadi pun memberikan catatan awal terkait menulis opini. “Menulis opini berbeda dengan menulis berita. Menulis opini sama dengan menulis gagasan Anda dalam sebuah tulisan disertai dengan teori, referensi dan data sehingga memunculkan solusi.” ungkap Karyadi dengan lantang.

Catatan Karyadi semakin dipertegas oleh Zaini. “Menulis hakikatnya tidak sulit. Menulis adalah ketrampilan sehingga harus dibiasakan dengan latihan. Menulis adalah perpaduan pengetahuan dan skill (ketrampilan). Topiknya harus aktual, dibutuhkan referensi (teori, data), dan timingnya (waktu) harus tepat.” urai Zaini dengan penuh semangat. Zaini juga mengungkapkan agar dalam mengirim opini ke media massa menggunakan email (surat elektronik), topik tulisan menarik. “Satu hal yang perlu diingat, kalimat yang digunakan dalam opini ringkas (15-20 kata),” ungkap Zaini.

Lebih lanjut, Zaini juga mengatakan agar opini yang mau dibuat disesuaikan dengan media massa yang dipilih (terkait segmen pasar). “Orang menulis seperti orang buang air kecil. Kalau ada ide, mulailah untuk menulis dan terus menulis. Tapi harus diingat, jangan mengirim tulisan kepada dua media dalam waktu bersamaan dan yang paling penting, jangan pernah menjiplak tulisan orang.” ungkap Zaini sambil tersenyum. Mengingat, dalam satu hari, tulisan yang diterima oleh redaksi cukup banyak, Zaini juga mengingatkan untuk berdoa agar tulisannya dapat dimuat. “Namun, satu hal yang lebih penting, jangan pernah minder kalau tulisannya tidak dimuat. Karena, menulis membutuhkan bakat; kalau tidak ada bakat (sudah mencoba berkali-kali tetapi gagal), ya jangan dipaksakan. Selain itu, koran besar seperti Jawa Pos dan Kompas, tingkat kompetisi dan kompetensinya tinggi. Oleh karena itu, mulailah dari tulisan-tulisan sederhana lalu dikirim ke media-media kecil.” ungkap Zaini mengakhiri pembicaraannya.

Anwar Hudijono, redaktur opini Kompas Jawa Timur mengatakan bahwa menulis sama dengan belajar naik sepeda. Keahlian berjalan berkembang seiring sering tidaknya seseorang menulis. “Menulis bukan untuk diri sendiri tetapi menulis untuk dapat dimengerti oleh orang lain. Substansi kesimpulan harus orisinil; artinya, harus berbeda dengan yang umum.” ungkap Anwar lebih lanjut. Selain itu, Anwar juga mengungkapkan bahwa penulis lama mempunyai penyakit sembrono sehingga kualitas opininya berkurang. Anwar juga mengingatkan untuk tidak bosan dan putus asa ketika tidak dimuat. “Mulailah dengan modal nekad. Selanjutnya, terus belajar dan mencoba dan jangan pernah menyerah kalau ditolak. Sehingga kelak bisa menjadi penulis handal.” ungkap Anwar mengakhiri pembicaraannya yang padat dan jelas.


Belajar dari Praktisi

Dalam even ini dihadirkan para praktisi atau penulis di media massa. Kalangan senior tampil Ignasius Basis Susilo, sementara penulis muda tampil Anton Novenanto dan Dewa Gde Satrya. Ignasius Basis Susilo, penulis opini di Kompas Nasional yang saat ini menjadi Dekan Fisip Unair Surabaya, mengungkapkan sembilan kiat-kiat dalam menulis opini di media massa. Kiat pertama, mengomentari tulisan yang dimuat koran, baik opini maupun berita. Kedua, selalu melihat topik hari ini (aktual). Ketiga, menulis sesuatu yang akan dirayakan bangsa/agama (plot hari-hari penting di kalender). Jangan mengirim, pada waktu hari H (minimal seminggu sebelumnya sehingga ada ruang bagi redaksi utk mengoreksi). Bisa juga, pada even-even tertentu, seperti: kunjungan Obama ke Indonesia. Keempat, menulis pertanyaan-pertanyaan. Kelima, membuat tulisan sesuai permintaan media (jumlah kata, 700-800 kata). Keenam, judul harus dibuat menarik (seksi, gaul). Ketujuh, harus yakin terhadap kemampuan diri sendiri. Kedelapan, menulis di koran-koran yang belum terkenal, seperti: Radar, Jubileum dan lain-lain. Kesembilan, jangan menulis yang tidak diketahui.

Basis juga menambahkan, unsur-unsur tulisan yang harus ada dalam sebuah opini adalah permasalahan, kesimpulan, pertanyaan, dan jawaban. “Yang terpenting, sebagai penulis, kita harus mempunyai sikap sendiri, jangan terbawa opini publik.” urai Basis menutup pembicaraannya. Menanggapi beberapa pertanyaan dari peserta, Basis mengatakan bahwa redaksi tidak pernah mempersoalkan point of view; jadi, jangan pernah takut untuk mulai menulis. “Tulislah apa yang Anda pikir, jangan dikoreksi dulu. Biarkan mengalir terus; baru, kalau sudah selesai, diedit.” ungkap Basis sambil tersenyum. Selain itu, Basis juga menambahkan bahwa opini yang dibuat harus mampu mengekspos sesuatu yang tidak benar dan mencari solusinya.

Lain halnya dengan Anton Novenanto, Dosen Universitas Brawijaya Malang dan penulis opini di Kompas Jatim. Menurut Anton, janganlah pernah mengaku sebagai penulis sebelum bisa menulis cerita untuk anak-anak. Sisi lain, Anton mengungkapkan bahwa warga Indonesia sudah bisa menulis sejak kelas 1 Sekolah Dasar. Tetapi, mengapa masih mengatakan “saya tidak bisa menulis”. “Ternyata, ada kesalahan dalam metode pembelajaran sastra Indonesia, terjadi reduksi untuk pelajaran mengarang dari guru. Padahal setiap manusia memiliki bakat untuk menulis.” ungkap Anton dengan lantang. Oleh karena itu, Anton pun mengajak peserta untuk mulai menulis dan setelah itu dikritisi sehingga mampu menghasilkan tulisan yang lebih baik.

Dewa Gde Satrya, Dosen Universitas Widya Kartika Surabaya dan penulis opini di beberapa media lokal dan nasional, seperti: Kompas Jatim dan Jawa Pos, menambahkan agar setiap orang yang mau menulis memiliki email. “Menulis sama dengan ngomong; ngomong dengan mulut, menulis dengan tangan. Namun, latihan untuk menulis harus lebih ekstra daripada ngomong; terlebih untuk tulisan yang dimuat dalam media.” ungkap Dewa dengan jelas. Dewa mengungkapkan bahwa ada banyak peluang menulis di koran, yaitu: opini, resensi, cerpen, surat pembaca, dan puisi. “Modalnya pun tidak sulit dan mahal. Hanya dengan sering internetan, sering baca koran, dan sering baca buku saja. Jika tidak punya komputer bisa pinjam (rental) dengan biaya yang cukup murah.” ungkap Dewa dengan penuh semangat.

Menulis Opini, Siapa Takut

Sekarang, sudah saatnya untuk mulai menulis. Tidak ada ungkapan lain, selain menulis dan terus menulis. Inilah semangat yang dibawa para peserta ketika mereka mulai berlatih untuk menulis. Satu sisi, banyak ide dan gagasan, namun tidak mudah untuk menuangkannya dalam sebuah tulisan. Ini terbukti, dalam satu jam, ada peserta yang mampu menghasilkan sebuah opini tetapi ada juga yang belum selesai. Sisi lain, sebuah kejutan tentunya karena ada peserta yang notabene SMA, namun mampu menghasilkan sebuah opini yang mampu memancing tanggapan dari banyak peserta lain.

Tentunya, tidak cukup dua hari saja untuk berlatih menulis opini dan dimuat di media massa besar seperti Kompas dan Jawa Pos. Banyak latihan dan usaha yang harus dilakukan; cukup dengan sering untuk menulis dan menulis. Alhasil, lima tahun ke depan, akan muncul penulis-penulis opini baru bermunculan di berbagai media massa yang mencerahkan banyak orang.


1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut