Kamis, 20 Agustus 2009










Catatan Menjelang Muskomda Pemuda Katolik Jatim
Tumbuh dan Berbuahlah...

Foto : Cak Heri van Sekjend (baju garis-garis) menerima palu pimpinan sidang dalam Muskomda Pemuda Katolik Jatim di aula Gereja Katedral Surabaya, 2 Agustus 2009.

Oleh : Kanisius Karyadi



Menghidupkan organisasi Pemuda Katolik Jawa Timur itu ibaratnya mendirikan benang basah. Sekuat-kuatnya tangan memegang benang, toh...sulit berdiri. Demikian kata Muliadi Tanujaya, mantan pengurus dan senior Pemuda Katolik ketika bertemu penulis dalam suatu kesempatan di Surabaya.
Agaknya kerisauan dan kegundahan hati Muliadi tersebut bisa dimaklumi. Mengingat lebih dari 15 tahun, organisasi ini tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Relatif nihil kaderisasi yang mengarah pada kematian.
Berangkat dari kondisi seperti itu, beberapa pengurus yang tersisa dan kawan–kawan muda Katolik merasa prihatin untuk bangkit dan bergerak. Maka, jika tidak ada aral melintang pada tanggal 2 Agustus 2009 bakal digelar Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda) Pemuda Katolik Jawa Timur di Surabaya.
Secara normatif, menurut AD (Anggaran Dasar) Pemuda Katolik, pasal 10 poin E disebutkan Musyawarah Komisariat Daerah (Muskomda): (a) Diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat Daerah setempat. Bila dinggap perlu dapat diselenggarakan oleh Pengurus Pusat. (b) Dilaksanakan 3 (tiga) tahun sekali. (c) Diselenggarakan untuk mengevaluasi dan menetapkan program – program umum organisasi di tingkat daerah. (d) Memberhentikan, memilih, dan menetapkan kepengurusan Komda (Komisariat Daerah).
Momentum ini sejatinya penting untuk refleksi dan aksi bersama. Pertama, minimalnya kader muda awam Katolik yang muncul ke permukaan. Ketika Anton Prijatno, tokoh awam senior Katolik menjadi ketua panitia pemilihan anggota (Komisi Pemilihan Umum) KPU Jatim beberapa tahun yang lalu, ia berujar,”Lho kok tak ada anak Katolik yang ikut seleksi?”
Pertanyaan Anton sebenarnya bisa dijawab bahwa memang sangat sedikit anak – anak muda yang terlatih dalam hal – hal sosial kemasyarakatan. Sementara itu, organisasi kader Katolik telah lama tidak terurus dan mandul. Jadi wajar tidak banyak kader yang muncul ke permukaan.
Sebenarnya, ada beberapa kader muda Katolik yang enerjik dan potensial di Jawa Timur, kita mengenal I Dewa Gde Satrya, seorang kolumnis produktif jebolan PMKRI Surabaya. Ada Iwan Dwi Laksono mantan petinggi PMKRI dan LMND, Eusebius Purwadi, mantan bos PRD Jawa Timur dan lain – lain.
Di balik kegelisahan itu, ada peluang besar dalam kaderisasi. Ini kesempatan nyata melanjutkan proses kaderisasi para pemuda dan pemudi Katolik di Jawa Timur. Sehingga ke depan muncul banyak kader muda yang relatif siap terjun ke dalam wilayah publik yang lebih luas.
Ini membutuhkan komitmen beberapa pihak, baik dari kalangan awam dan hirarki. Ya, bolehlah hirarki terus memacu kaderisasi pastornya dengan pendirian seminari menengah dan tinggi. Namun, juga sangat baiklah kiranya kaderisasi awam lewat organisasi kader Katolik seperti PMKRI, Pemuda Katolik juga berkembang. Sehingga nantinya muncul timbal balik yang positif bagi perkembangan masyarakat dan negara.
Dalam dokumen Gereja Katolik, Christi Fideles Laici, (Bapa Suci Yohanes Paulus II tentang panggilan dan tugas kaum awam beriman di dalam gereja dan dalam dunia), jelas menyebutkan kemajuan dan keberakaran gereja di suatu wilayah dapat juga diukur dari keterlibatan kaum awam dalam kehidupan menggereja maupun di tengah masyarakat sebagai garam, ragi dan terang.
Kedua, tantangan eksternal semakin besar, baik dalam soal ideologi dan tantangan lain. Pasca reformasi, kita dikejutkan dengan munculnya peraturan daerah (Perda) di sejumlah daerah yang dirasakan sangat diskriminatif.
Disebutkan sejumlah 151 Perda diungkapkan telah mengabaikan semangat kebhinekaan dalam berbangsa dan bernegara. Gerakan gerakan para saudara sebangsa itu semakin massif dan keras, bahkan dikabarkan telah banyak menyusup ke jantung – jantung strategis masyarakat, bangsa dan negara kita (Coba bandingkan buku Ilusi Negara Islam : 2009). Ini adalah catatan kritis, supaya ada langkah – langkah konkret ke depan untuk mengantisipasinya.
Menghadapi situasi tersebut, perlulah Pemuda Katolik ke depan tumbuh dan berkembang. Benar benar menjadi organisasi kader yang berfungsi pembinaan dan perjuangan. Di sisi internal berupaya melahirkan dan mencetak kader muda Katolik yang mumpuni, berkualitas dan bermanfaat.
Di sisi eksternal, sejatinya sebagai pejuang keadilan dan kesejahteraan bagi semua orang termasuk di dalamnya warga Katolik. Jika dua fungsi ini berjalan, niscaya organisasi ini disegani dan diperhitungkan banyak pihak. Ide itu sejatinya sederhana, namun dalam pelaksanaannya butuh komitmen dan konsistensi yang besar. Tanpa itu, benar kata Muliadi, sulit...
Di sisi yang lain, sebenarnya ini menjadi pintu pembuka bagi kaderisasi berkelanjutan dalam Katolik. Dimulai dari sinergi berbagai organisasi kemasyarakatan Katolik, mulai dari PMKRI, Pemuda Katolik, WKRI dan ISKA. Sejatinya mereka saatnya bahu membahu dalam proses pembinaan dan perjuangan itu. Sudah saatnya ada sinergi dan koordinasi di antara mereka, tanpa itu, ya morat marit...
Semoga catatan pendek ini membawa perubahan besar dalam Pemuda Katolik Jawa Timur dan organisasi kemasyarakatn Katolik lainnya ke depan. Merdeka!!!


Kanisius Karyadi
Panitia Pengarah Muskomda Pemuda Katolik Jawa Timur 2009.

Tidak ada komentar: