Rabu, 13 Agustus 2008

Peran Pers Mengantisipasi Potensi Konflik Pilkadal di Jatim

Dua tulisan meluncur seputar konflik pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkadal) di harian Kompas Jatim dari dua intelektual muda, masing-masing Ach Rubaidi (16/2/2005) dengan judul EWS dan Antisipasi Konflik Pilkada dan Mohammad Ilham B (17/2/2005) dengan judul Mengurai Potensi Konflik Dalam Pilkada Langsung. Untuk kedua tulisan tersebut, penulis menyatakan sebagai bagian gerakan dan peran yang sedikitnya bisa dilakukan kaum intelektual untuk mengurangi potensi konflik pilkadal Jatim.

Tanpa mengurangi keterlibatan kaum intelektual dalam mencerahkan masyarakat utamanya dalam mencegah konflik pilkadal. Sebenarnya, secara langsung atau tidak langsung dengan dimunculkannya dua tulisan intelektual muda tersebut oleh media ini, menunjukkan bahwa “pers (koran)” adalah bagian dan alat atau perangkat early warning system (EWS) yang cukup efektif untuk mencegah konflik pilkadal.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai pelengkap dan pengurai betapa pentingnya “pers” dalam mengantisipasi potensi konflik pilkadal Jatim. Dalam fenomena Kompas Edisi Jatim ini pers (koran) sudah otomatis sudah memainkan peran dan menyebarluaskan peringatan dini akan potensi konflik pilkadal yang dikhawatirkan terjadi. Seperti tulisan Ach Rubaidi, konsep early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini sangat tepat dipergunakan untuk mengantisipasi (bukan mengatasi) kemungkinan terjadinya konflik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung (Kompas, 16/7/2005).

Coba bandingkan dengan tulisan saya di harian ini dengan judul Ada Lima Potensi Konflik dalam Pilgub Jatim (Kompas, 14/7/2003), tulisan ini dimunculkan oleh Harian Kompas Jatim sebagai bagian pers sebagai early warning system kepada masyarakat tentang bahaya dan potensi konflik seputar pemilihan Gubernur Jawa Timur yang marak pada masa itu. Dengan hadirnya tulisan dan teriakan kaum intelektual lain, ternyata pemilihan Gubernur Jawa Timur di Gedung DPRD Propinsi Jatim berlangsung aman tanpa konflik yang berarti.

Dalam even besar seperti pilkadal di 16 daerah pada pertengahan tahun 2005 di Jatim ini. Media massa mempunyai posisi penting dalam menyebarluaskan informasi dan komunikasi. Dalam menyampaikan informasi dan komunikasi itulah pers bisa terjebak pada ranah yang negatif dan positif. Untuk mengalisa peran pers dalam kaitannya dengan potensi konflik pilkadal ini, sedikitnya ada tiga hal pokok yang aktual dan biasa digulirkan.

Pertama, peran pers memperkeruh suasana. Dalam peran ini pers bisa memainkan peran negatif dengan mengeluarkan pemberitaan tendensius. Dengan demikian pers menjadi bagian dari konflik. Pers model ini juga mempunyai kecenderungan untuk bisa memancing orang untuk marah dan untuk berkelahi. Peran pers ini sama seperti model jurnalitik perang yang mengedapankan provokasi dengan isu-isu tertentu dengan tujuan membuat orang melakukan gerakan atau tindakan yang agresif menyerang.

Dalam kaitannya dengan pilkadal ini, model media ini sangat mungkin muncul, sebagai wahana menciptakan ruang-ruang konflik baru dengan menjadikan pilkadal hanya sebagai momentum untuk meniupkan isu-isu yang negatif dan lama seperti SARA dengan tujuan merusak keharmonisan dalam masyarakat Jawa Timur.

Kedua, pers berperan menjadi corong kandidat kepala daerah tertentu. Dengan pentingnya pers sebagai penyampai informasi dan komunikasi, maka tak ayal media massa pada akhirnya juga bisa digunakan sebagai alat kampanye bagi kandidat kepala daerah. Maka pers juga mempunyai kecenderungan menjadi bagian dari konflik.

Dalam kaitannya dengan 16 pilkadal di beberapa daerah Jatim, model media massa ini diperkirakan juga bisa muncul. Alasan utama memunculkan media dengan isi tendensius adalah semata-mata sebagai perang psikologi (psywar) antar kandidat kepala daerah. Tujuannya untuk menjelekkan lawan tanding pada pemilih. Selain itu untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan kandidat tertentu di hadapan publik.

Ketiga, pers berperan sebagai juru damai. Peran pers juga bisa sebagai tempat persemaian perdamaian bagi semua orang. Artinya, pers model ini benar-benar memiliki visi dan misi tentang perdamaian menyeluruh dalam masyarakat, tanpa tendensi yang menyudutkan pihak-pihak tertentu yang berpotensi berhadap-hadapan dalam konflik. Baik berita atau tulisan mengajak orang untuk berpikir jernih dan bijaksana.

Dari ketiga uraian tersebut di atas, pers (koran) bisa diibaratkan seperti mata uang dan sebilah pisau. Ibarat mata uang, ia memiliki dua sisi (ganda) yang bisa ditampilkan, pers bisa tampil menjadi pemicu pertengkaran dan pers bisa tampil menjadi pembawa damai. Ibarat sebilah pisau, ia bisa digunakan alat bantu potong khususnya di dapur dan ia bisa menjadi senjata pembunuh yang sadis. Tinggal bagaimana memaknai peran pers itu sendiri dalam pilkadal ini.

Dalam kaitannya dengan mengantisipasi konflik pilkadal di Jatim. Sejatinya pers perlu diarahkan pada jurnalistik perdamaian. Artinya media massa (koran) tampil dengan kecerdasan tanpa tendensius terhadap isu-isu kotor yang menggelisahkan masyarakat. Sehingga ia menjadi media refleksi, media pencerah, media pengubah ke arah yang lebih baik, tidak ke arah destruktif. Tanpa terjebak pada peran pers yang cenderung provokatif dan terlibat dalam dukung-mendukung calon kepala daerah tertentu.

Dengan demikian, selain pers yang mendamaikan, yang terlebih penting pers mendorong penyampaian visi-misi semua kandidat kepala daerah kepada masyarakat secara positif. Dengan demikian pers menjadi mediasi yang baik antar pemilih dan yang dipilih dengan proporsi yang berimbang.

Jangan sampai, dalam momentum pilkadal ini pers menjadi pers-kadal yang sekedar menjadi kadal atawa pembohong publik. Ibarat oncor, pers harus mampu menerangi jalan yang liku dan gelap, agar dapat dilewati dengan selamat tanpa konflik fisik sedikitpun dari semua elemen masyarakat termasuk kandidat kepala daerah dan pendukungnya.

Untuk mewujudkan pers pembawa damai memang diperlukan kebijakan dan garis haluan bersama dari insan pers sendiri. Di samping itu diperlukan fungsi kontrol dari semua elemen dalam mengontrol pers agar tidak terjebak dalam pers konflik. Memang diperlukan kebesaran semua pihak, agar memanfaatkan pers secara positif. Sehingga lingkaran pengaruh pers pembawa damai semakin meluas dan mengakibatkan masyarakat manjadi tenang tidak terganggu berita dan tulisan provokatif yang cenderung merusak dalam momentum pilkadal di 16 daerah di Jawa Timur. Semoga.

K A N I S I U S K A R Y A D I

Pemerhati Perubahan Sosial-Politik Tinggal di Sidoarjo. Mantan Ketua Presidium D P C Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (P M K R I) Surabaya-Sanctus Lucas 1998-1999

Tidak ada komentar: