Rabu, 13 Agustus 2008

Ketika Sekolah Katolik Mulai Terbelakang

Kanisius Karyadi

Judul di atas tidak hendak memukul rata isu sekolah Katolik, khususnya di wilayah Keuskupan Surabaya. Namun, hendak memberikan sinyal tanda bahaya kepada segenap insan pendidik, baik dari kalangan klerus maupun non klerus. Pasalnya, dari beberapa data dan sumber terpercaya, sinyal bahkan fakta telah terjadi, menunjukkan ada cukup banyak sekolah Katolik di Keuskupan Surabaya yang sungguh terbelakang, bahkan nyaris di muka ambang kehancuran baik dari sisi kuantitas dan kualitasnya.

Ada Apa Gerangan?

Bagi kalangan pendidik selevel Anita Lie atau I Basis Susilo, kondisi itu bisa saja terjadi disebabkan faktor eksternal, yaitu semakin kuatnya pengaruh pemerintah dalam masalah pendidikan. Munculnya sekolah negeri secara merata cukup signifikan dalam merebut pasar sekolah. Sehingga sekolah berbasis agama, tidak hanya sekolah Katolik saja, juga sekolah di bawah payung NU atau Muhammadiyah juga cukup terpengaruh dengan kondisi itu.

Apalagi di sekolah negeri seperti sekarang, cukup banyak menawarkan relatif kemudahan dan kemurahan di bandingkan sekolah swasta yang ada termasuk sekolah Katolik. Sekolah negeri mulai menancapkan prestise dan prestasi yang semakin baik dari hari ke hari, tanpa maksud memukul rata, memang ada sekolah negeri yang stagnan. Namun, sebenarnya mereka relatif pasti dalam pendanaan ketimbang sekolah swasta yang bergantung partisipasi orang tua siswa dan donatur lainnya.

Dana Luar Negeri?

Analisis di atas boleh saja dikemukakan dan ada benarnya. Beberapa kalangan mensinyalir tersendatnya bahkan terputusnya aliran dana ke lembaga-lembaga Katolik turut pula mempengaruhi eksistensi sekolah Katolik. Akibatnya sekolah atau keuskupan mengusahakan dana sendiri bagi kelangsungan hidup sekolah. Uniknya, keberpihakan Gereja Katolik kepada sekolah Katolik di keuskupan dananya tidak terlalu besar di banding dengan dana bagi pembangunan fisik gereja. Ini yang perlu mendapat perhatian bersama. Keuskupan berorientasi membangun fisik gereja dibanding memperbaiki sisi pendidikan Katolik. Ini fakta yang perlu dicarikan jalan keluar.

Pastor lokal?

Kalangan cendekiwaan lainnya menilai, dilihat dari sejarahnya, ada beberapa sekolah Katolik yang terus mengalami penurunan perlahan namun pasti, sejak berkurangnya tenaga pastor misi dari luar negeri. Karena usia tua atau semakin minimnya pastor asal negara asing menambah pasio terpukulnya sekolah Katolik. Pastor-pastor asing dikenal telaten dan disiplin dalam mengembangbiakan produk misi, baik rumah sakit, karya sosial atau produk bernama sekolah.

Hadirnya pastor lokal alias binaan dalam negeri memang cukup membanggakan. Tetapi banyak disinyalir, tanpa visi pendidikan yang kuat. Tanpa memukul rata, karena ada yang kuat. Hal ini dianggap salah satu yang menyebabkan kemerosotan sekolah Katolik.

Solusi

Pertama, marilah jangan emosional membaca pemetaan di atas apalagi marah kepada penulis. Karena diluar setuju atau tidak setuju, beberapa argumentasi di atas cukup masuk akal. Sebab semakin berkelit dari hal di atas semakin kita tidak bijak dalam memperbaiki sekolah Katolik.

Kedua, bolehlah sekarang perhatian umat dan pastor terpusat dalam mengembangbiakan fisik gereja, entah dipasang AC atau dipasang apalah namanya yang semakin membawa gereja dalam suasana modernitas. Diperlukan kesadaran bersama, bahwa kita perlu memikirkan dan mempraktekkan kompensasi dari suasana modernitas gereja kepada karya-karya bervisi kemanusiaan sejati, seperti sekolah Katolik dan lainnya. Tanpa itu ? Gereja Katolik telah lupa diri meninggalkan jati diri hidup di negara Indonesia yang masih memerlukan perbaikan di sana-sini.

Ketiga, peran cerdik pandai kalangan umat perlu dilibatkan. Tidak sedikit umat Katolik yang cerdas dan pintar. Mereka perlu dilibatkan dalam mengelola sekolah Katolik, kalau memang kemampuan di atas rata-rata mengapa tidak dipercaya menjadi pemimpin tertinggi sekolah. Selain itu perlu, kesadaran umat untuk itu, sebab kalau saling menunggu, akan menyebabkan kemandekan pikir dan praksis dalam sekolah Katolik kita.

Keempat, perlu mediasi dan pembelajaran sekolah Katolik terbelakang kepada sekolah Katolik mapan, kuat, berkualitas. Ini penting, supaya terjadi transfer ilmu, baik dari sisi manajemen, strategi, finansial dan sebagainya. Kalau perlu terjadi subsidi silang baik dari sisi manajemen, keilmuan atau finansial atau lainnya. Sehingga ada timbal balik dan kerja sama yang saling mengembangkan.

Sehingga perlahan namun pasti menepis fakta bahwa ada cukup banyak sekolah Katolik yang mulai hancur. Selamat Natal 2006 dan tahun baru 2007.

Tidak ada komentar: