Rabu, 02 Juli 2008

Fadhilah Budiono

Oleh Kanisius Karyadi

Fadhilah Budiono menjadi kontroversi di masyarakat Jawa Timur (Jatim). Belum lega mendudukkan pantat di kursi Bupati Sampang, yang diraihnya dengan susah payah, ia kini menghadapi pengadilan dengan tuduhan penyelewengan beras operasi pasar (Kompas, 21/3/02). Suatu fenomena tren sebagai pelengkap budaya politik Indonesia yang carut-marut.

Begitu selaras budaya politik Indonesia itu sehingga bisa serasi antara pusat dan daerah. Di level nasional, preseden Buloggate II mulai digelar dengan tersangka utama Akbar Tandjung, Ketua DPR. Di level daerah Sampang, Jatim, sedang berlangsung "Sampanggate" yang melibatkan bupatinya sendiri, Fadhilah Budiono.

Jika proses pengadilan itu berlangsung, maka hal tersebut tergolong unik dan menarik. Sebab, Fadhilah termasuk penjabat kuat dan masih berkuasa. Lagi pula, ia memiliki massa pendukung militan yang rajin menguntitnya. Keyakinan untuk meruntuhkannya, ibarat semut melawan gajah.

Proses pengadilan itu memang tak terlepas dari riwayat masa lalunya, yang masih menyisakan kegamangan proses politik pra-pemilihan Bupati Sampang. Masih banyak pihak-pihak anti-Fadhilah yang bercokol dalam lingkaran perpolitikan Sampang sehingga posisi Fadhilah akan terus terancam oleh bayang-bayang oposisinya.

Dalam kasus ini, proses politik yang terjadi sedang dibingkai dalam proses hukum. Artinya, sudah ada pembusukan-pembusukan terhadap Fadhilah yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya. Dengan cara menguliti habis kemungkaran Fadhilah dan kawan-kawan, kemudian menjalankan tata cara dan permainan hukum.

Fadhilah Budiono mengungkapkan kesiapannya untuk menghadapi pengadilan dan menyambut baik mekanisme hukum. Pernyataan ini layak digarisbawahi, sebab nantinya masyarakat bisa tahu siapa yang benar dan salah.

Persoalannya sekarang, apakah lembaga hukum (pengadilan) itu benar-benar teruji keandalannya. Sebab, sudah menjadi rahasia umum lembaga peradilan Indonesia (Jatim) itu gudangnya "penyamun berbulu domba berhati ular dan serigala". Atas nama uang dan jabatan, kebenaran bisa dijual, yang benar bisa salah, yang salah bisa benar.

Jangan sampai, proses hukum atas Fadhilah Budiono ini menjadi mandek (stagnan) di level aparatur hukum sendiri. Kita mengharapkan proses itu berjalan obyektif dan transparan. Budaya kongkalikong, wolak-walik grembyang sudah saatnya dibuang habis.

Menilik hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC), 10 Maret 2002, menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia dengan skor 9,92. Semoga proses hukum itu bisa mengikis habis atau meminimalkan hasil survei PERC di kemudian hari sehingga terciptalah pemerintah yang bersih, sehat, dan benar.

Kompas Edisi Jawa Timur, 9 April 2002

Tidak ada komentar: