Rabu, 02 Juli 2008

Surabaya Butuh Pembibitan Pepohonan


Oleh Kanisius Karyadi


Perempuan setengah baya pengendara sepeda motor itu berhenti persis di depan gedung DPRD, di sekitar Jalan Yos Sudarso. Di tengah terik hawa panas dan kepulan asap debu, ia mengusap wajah dan terbatuk-batuk. Itulah pemandangan siang di tengah Kota Surabaya. Satu pemandangan yang menggambarkan tidak nyamannya lingkungan hidup. Di satu sisi, isu pemanasan global ramai dibicarakan. Di Surabaya atau di kota-kota lainnya tampak diam, tanpa menghiraukan kondisi yang tidak sehat berlangsung terus.

Surabaya layaknya kota metropolitan, itu artinya masyarakat harus lebih berhati-hati. Sebab, dunia industri sudah nyata-nyata merambah kota. Kita lihat apa yang muncul, bangunan-bangunan fisik penunjang kegiatan bisnis. Hampir dapat dipastikan, setiap jengkal tanah ditumbuhi tembok. Anehnya, tembok-tembok itu mengeliminasi pohon-pohon kota, sehinga pohon-pohon kota sedikit demi sedikit musnah tanpa bekas. Pepohonan sang paru-paru kota kalah bersaing dengan pepohonan bisnis bernama tembok gedung.

Upaya penghijauan oleh dinas yang berkait sudah ada. Namun, belum mencukupi untuk wilayah Surabaya. Kita lihat perbandingan, jumlah alat berat atau mesin kendaraan tiap tahun mesti bertambah. Sementara pepohonan tidak tambah, malah menyusut. Pepohonan di wilayah Surabaya, contoh di Jalan Kertajaya atau Jalan Wali Kota Mustajab sudah berumur tua. Banyak yang rapuh. Kalau kita mengandalkan pepohonan itu saja. Itu membuat tambah bahaya.

Pepohonan mempunyai umur hidup. Umumnya semakin tua, tidak produktif, batang, atau ranting rapuh. Ini patut diwaspadai. Pepohonan yang seperti ini sebenarnya layak untuk diganti. Semakin besar pohon dan tua, ada beberapa kemungkinan bahaya yang mesti dihadapi. Pertama, semakin besar pohon, akar besar mempengaruhi jalan-jalan kota karena mengganggu konstruksi jalanan. Kedua, akar dan batang pepohonan yang mulai rapuh, menyebabkan mudah patah. Patahan ranting atau batang bisa mengganggu jalanan kota. Perlu solusi untuk menyelesaikan fenomena ini. Kita mengharapkan paru-paru kota bekerja maksimal. Di sisi yang lain, kita mengharapkan paru-paru kota meminimalkan risiko. Di tengah situasi, pencemaran udara dan hawa panas yang menyelimuti.

Bila kondisi ini diteruskan sampai 15 tahun ke depan. Surabaya akan sepi pepohonan. Pepohonan banyak yang mati. Surabaya semakin panas dan tercemar. Karena Surabaya miskin pepohonan, simbol keserasian alam mulai luntur dan hilang. Siapa bertanggung jawab?

Sebenarnya, upaya yang layak adalah melakukan pembibitan pepohonan. Artinya sudah mulai disiapkan pohon-pohon pengganti dan tambahan. Bibit pepohonan pengganti berfungsi mengganti pepohonan yang dinilai terlalu besar dan tua. Caranya, mulai menanam bibit itu di samping pepohonan besar dan berumur itu. Sehingga, terjadi proses persiapan penggantian pepohonan relatif efektif. Ada rentang tunggu penghijauan yang baik. Artinya, ketika pepohonan tua dan besar mati, bibit pepohonan itu yang relatif menggantikan posisi pohon lama.

Surabaya butuh pembibitan pepohonan. Citra metropolitan yang melekat, niscaya tidak identik dengan bangunan bisnis dan perumahan belaka. Tetapi, sudah imbang dengan kekuatan alamiah. Kekuatan pepohonan sebagai paru-paru kota akan terjaga. Jika saat ini sudah disiapkan perangkatnya, walhasil Surabaya akan nyaman, hijau dan sejuk. Bukan sekadar bahasa slogan. Seluruh wilayah kota, mulai jalanan kota, permukiman, daerah bisnis, daerah pendidikan, dan lain-lain tampak asri. Ini pilihan kita, Surabaya jadi metropolitan dengan hawa panas, pengap, bising, polusi. Atau, Surabaya kota metropolitan tetap nyaman.

Kompas Edisi Jawa Timur, 10 Agustus 2001

Tidak ada komentar: