Rabu, 02 Juli 2008

Pertimbangan Kemanusiaan UMK 2006

Oleh Kanisius Karyadi


Sekitar 12.000 buruh dari 10 kabupaten/kota di Jawa Timur mengepung kantor Gubernur Jawa Timur, Senin (16/1). Mereka menuntut gubernur segera merevisi upah minimum kabupaten/kota tahun 2006 (Kompas, 17/1).

Buruh menuntut perubahan dan pertambahan besaran UMK 2006 yang sudah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/286/KPTS/ 013/2005. Para buruh menuntut upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2006 disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL).

Misalnya, di Surabaya KHL bernilai Rp 716.000 ditambah inflasi 17 persen atau total sekitar UMK 2006 yang diharapkan, Rp 845.000. Heroisme perjuangan buruh Jawa Timur (Jatim) ini perlu ditangkap secara arif oleh pengambil kebijakan, yakni Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Kalau tidak, hal itu bisa menimbulkan apatisme buruh terhadap Pemprov Jatim, khususnya Gubernur Jatim Imam Utomo.

Seperti apakah hubungan pemerintah, pengusaha, dan buruh dalam soal UMK 2006 di Jatim? Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia Jakob Oetama memegang prinsip dan kepercayaan kepada Antony Giddens bahwa diperlukan keseimbangan tiga pilar utama, baik dari lembaga negara, lembaga bisnis atau pasar, maupun masyarakat untuk menunjang kesejahteraan dan kemakmuran satu negara.

Ketika satu di antara tiga pilar utama itu terlalu dominan, maka banyak kepincangan. Ketika lembaga negara terlalu kuat, hal itu bisa menimbulkan tirani. Ketika lembaga pasar atau bisnis terlalu kuat, hal itu mampu memunculkan eksploitasi. Pada kondisi tertentu ketika masyarakat atau civil society terlalu unggul, hal itu mampu menciptakan anarki.

Ketika direfleksikan dan diturunkan dalam segitiga emas pangkal UMK tahun 2006 di Jatim, prinsip itu sungguh menarik dan aktual. Segitiga pemerintah, buruh, dan pengusaha dalam kondisi tidak seimbang. Artinya, secara umum ketidakseimbangan itu menimbulkan kebuntuan dan kericuhan yang merugikan semua pihak.

Ketidakseimbangan itu menjadikan distribusi kesejahteraan tidak merata dan tidak adil. Hal yang kerap muncul adalah perselingkuhan pemerintah dan pengusaha dengan alih-alih menyelamatkan kondisi investasi serta ekonomi, penerimaan pajak pemerintah dari pengusaha, buruh dari pemutusan hubungan kerja, dan lain-lain. Kondisi ini telah menandakan kondisi tidak berimbang. Posisi buruh dihargai sebatas angka-angka ekonomi minimal.

Perselingkuhan pemerintah dan pengusaha kalau diteruskan bisa menjadi kekuatan superdominan yang cenderung tirani dan eksploitatif kepada buruh/pekerja. Ujung-ujungnya buruh tidak dihargai sebagai manusia yang mempunyai adab, namun sebatas mesin produksi yang diatur sedemikian rupa sehingga posisi tawarnya menjadi semakin kering dan kecil.

Solusi terbaik untuk menjaga keseimbangan tiga pilar menuju kesejahteraan dan kemakmuran bersama, baik dari kalangan pemerintah, pengusaha, maupun buruh, adalah memperhatikan dua kata kunci, yakni kemanusiaan dan komunikasi. Kata kunci "kemanusiaan" menjadi pertimbangan dalam hubungan pemerintah, pengusaha, dan buruh. Kita sering mendapati, dari ketiga pilar pemerintah, pengusaha, dan buruh, seolah-olah buruh menempati posisi buncit yang kadar kemanusiaannya dianggap rendah dan kecil.

Dengan demikian, buruh sekadar obyek penderita yang tidak perlu dianggap dan diperhatikan. Ada anggapan pula bahwa kemanusiaan pemerintah dan pengusaha menempati posisi baik dan tinggi sehingga bisa berbuat semau gue yang sekadar menguntungkan pihak-pihak tertentu. Kondisi ini perlu diperbaiki menuju kesetaraan hubungan kemanusiaan pemerintah, pengusaha, dan buruh.

Kalau tidak, dikotomi kadar kemanusiaan pemerintah, pengusaha, dan buruh menjadi penghambat dalam menuju keseimbangan kesejahteraan buruh, pemerintah, dan pengusaha. Dengan menyertakan itu, diupayakan terjalin penghargaan rasa kemanusiaan di semua kalangan. Maka dalam menentukan upah tidak sekadar berhitung ala ekonomi yang mementingkan pihak tertentu, namun memperhatikan rasa kemanusiaan tinggi dalam menentukan upah yang layak dan sejahtera sebagai manusia beradab. Penting menilik ucapan JW Marriott Jr tentang arti penting memanusiakan manusia atau mengorangkan karyawan, "Give to your employee and they will give back to you".

Kesadaran akan rasa kesetaraan dalam kemanusiaan perlu dibina agar nantinya terbina kerja sama saling menguntungkan. Tidak ada yang merasa menindas dengan alasan mempunyai motivasi kekuasaan kemanusiaan dan modal. Selain itu, tidak ada yang merasa ditindas dengan argumentasi merasa posisi tawar kemanusiaan rendah. Semua sama.

Kompas Edisi Jawa Timur, 25 Januari 2006

Tidak ada komentar: