Rabu, 02 Juli 2008

Jujur

Oleh Kanisius Karyadi

Bani Israil mengkaryakan tiga orang hakim. Tujuannya, untuk menjamin penegakan hukum dan keadilan di masyarakat. Jika ada ketidakadilan akan diputuskan hakim pertama. Jika ada pengadu yang tidak menerima keputusan itu, dapat mengadu ke hakim kedua, kemudian hakim ketiga. Sampai orang yang mengadu menjadi terlindungi dan tenteram.

Pagi yang cerah itu ada malaikat yang menyaru sebagai manusia. Tujuannya, menguji para hakim Bani Israil. Ia menunggang kuda, kemudian istirahat di dekat sumur. Saat itu menghampiri penggembala sedang menggembala sapi dan anak sapi (pedet), untuk sekedar istirahat dan minum air dari sumur.

Atas kuasa Allah, malaikat penyaru itu membisiki supaya pedet ikut dengannya. Walhasil, pedet lengket kayak perangko kepada malaikat, bak kena ajian Semar mesem atau jaran goyang. Penggembala itu gelagapan, karena segala panggilan dan hentakan kepada pedet miliknya tidak digubris sama sekali.

Penggembala itu mendatangi malaikat penyaru. Dengan tujuan untuk meminta pedetnya kembali. Anahnya, malaikat penyaru itu mengatakan bahwa pedet itu miliknya yang telah dilahirkan kudanya. Penggembala dengan sengit membantah, bahwa pedet itu miliknya dan dilahirkan sapinya.

Kemudian, mereka berdua mendatangi hakim pertama untuk minta kepastian hukum dan keadilan. Atas kekuatan daya linuwihnya, malaikat penyaru itu telah menemui terlebih dahulu hakim pertama, untuk menyuap dengan lantakan emas supaya hakim pertama mengatakan pedet itu benar miliknya.

Ketika diputuskan benar bahwa pedet itu milik malaikat penyaru, penggembala itu tidak puas. Segera ia bergegas melapor ke hakim kedua. Hasilnya sama, pedet itu anak kuda milik malaikat penyaru, lantaran hakim kedua juga disuap malaikat. Akhirnya penggembala melapor pada hakim ketiga.

Pada saat malaikat akan menyuapnya, hakim ketiga mengatakan, ia tidak dapat mengadili masalah ini, lantaran ia sedang ”menstruasi”. Malaikat penyaru itu tampak punyeng tujuh keliling, bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa menstruasi?

Hakim ketiga berkata kepada malaikat penyaru, ”Engkau mengatakan aneh padaku, namun engkau tidak merasa aneh dengan perkataanmu, bagaimana mungkin kuda bisa melahirkan pedet (anak sapi).” Malaikat penyaru itu kelincutan, dan memberikan kesimpulan hakim ketiga berhak atas surga, hakim pertama dan kedua masuk liang neraka.

Bangsa ini pailit bukan kekurangan sumber daya alam, tetapi kasus korupsi yang melanda. Kasus-kasus penyalahgunaan dana, wewenang, suap, dan lain sebagainya, masih cukup mendominasi kehancuran bangsa ini. Ketamakan manusia seperti model hakim pertama dan kedua masih sering kita jumpai di lapangan.

Kasus yang menonjol adalah kasus para pembesar, pengusaha, seperti Edi Tansilgate, Tommygate, dan lain sebagainya. Namun tak dapat dipungkiri sifat ketamakan dan ketidakjujuran banyak juga melekat di antara kita. Kalau kita sama saja dengan mereka, mau dibawa ke mana lagi bangsa kita. Lalu, kapan kita memulai berpikir dan bertindak jujur, sehingga kita lepas dari kebobrokan mental dan materiil ini?

Kompas Edisi Jawa Timur, 11 Januari 2002

Tidak ada komentar: